Senin, 20 Juli 2015

MAKALAH RSBI



MASIH RELEVANKAH RSBI
Oleh   : Kartono
Guru SDN Kedungori 1

 Makalahi ini mengangkat tema Masih Relevankah RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional).Pendidikan adalah hal dasar untuk membangun sebuah bangsa. Kita tentunya cukup senang ketika mendengar bahwa dana APBD sebanyak 20% dialokasikan untuk pendidikan. Ini merupakan kemajuan yang cukup signifikan pada era pemerintahan SBY.
Dengan alokasi yang cukup besar itu, dunia pendidikan di Indonesia mudah-mudahan dapat berkembang dengan pesat. Apalagi kini muncul RSBI. Ide ini muncul dari Kementerian Pendidikan Nasional yang memajukan pendidikanIndonesia agar bisa bersaing di dunia global yang kian pesat persaingannya.
Fenomena RSBI
Namun, sayangnya, program RSBI ini menjadikan sekolah semakin mahal. Hal ini jelas bertentangan dengan dana APBD yang memberikan alokasi dana sebanyak 20% untuk dunia pendidikan. Seharusnya menjadikan pendidikan semakin murah dan fasilitas yang diberikan semakin baik.
Tetapi pada kenyataannya, toh sekolah yang katanya RSBI itu mahal karena sekolah memberikan fasilitas yang berbeda dengan sekolah berstandar nasional. Konon kabarnya, sekolah yang mempunyai program RSBI itu mempunyai kualitas yang lebih baik dalam mendidik murid-muridnya.
Salah satunya keunggulan RSBI adalah pengatar dalam setiap pelajaran yang disampaikan dalam bentuk dua bahasa, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, dan mengutamakan bahasa Inggris.
Barangkali, ide RSBI itu sangat bagus dan baik ditanamkan dalamkurikulum pendidikan nasional sehingga siswa-siswa kita yang mempunyai keterbatasan dalam bahasa Inggris menjadi lancar dalam bercakap-cakap dan paham menbaca soal dalam bentuk bahasa Inggris. Namun, apakah hanya itu sebatas kemampuan berbahasa saja yang menjadi unggulan RSBI.
RSBI dan Bahasa Inggris
Program RSBI yang berbahasa Inggris itu sebetulnya membuat para siswa kita menjadi bangga dengan menggunakan bahasa Inggris danbudaya asing. Mereka bisa beranggapan bahwa siswa yang masuk RSBI itu adalah siswa unggulan yang merasa paling pintar karena mereka merasa bahwa kurikulum yang diterapkan pada mereka adalah kurikulum internasional yang jauh lebih baik daripada kurikulum nasional.
Adapun anak-anak yang yang mendapat kelas berstandar nasional merasa rendah diri sengga muncul anggapan bahwa potensi budayalokal itu jauh lebih rendah daripada mereka yang masuk kelas RSBI. Padahal, budaya lokal itu jauh lebih unggul daripada budaya internasional itu sendiri.
Seharusnya, kita sebagai bangsa yang kaya dengan kearifan budaya lokal justru meningkatkan potensi daerah yang ada, dengan cara memperdalam apa-apa yang menjadi jai diri bangsa. Salah satu contohnya adalah bahasa daerah itu sendiri yang sudah banyak dilupakan anak-anak bangsa kita.
Guru, siswa, orang tua, maupun tetangga mereka, akan menganggap siswa itu pintar kalau bahasa Inggris mendapat nilai delapan di rapor, tetapi mereka tidak bangga jika ada siswa yang mendapat nilai sembilan pada pelajaran bahasa daerah.
Ini membuktikan bahwa bangsa kita tidak bangga dengan jati dirinya. Kita lebih membanggakan dan mengunggulkan budaya asing yang belum tentu baik buat kita. Padahal, orang bule atau orang asing lainnya sangat senang sekali menikmati kedaerahan atau budaya lokal bangsa kita yang beraneka ragam.
Banyak sekali orang asing yang mau belajar tentang budaya daerah kita. Mereka jauh-jauh dikirim dari negaranya hanya untuk belajar bahasa Jawa misalnya. Tetapi kita sebagai orang Jawa sendiri tidak pernah bangga menggunakan bahasa Jawa. Lalu, siapa yang harus kita persalahkan?
RSBI dan Permasalahannya
Kembali pada masalah RSBI. Terkadang saat membuka kelas internasional, lalu kita meninggalkan budaya lokal. Seolah-seolah kalau kita sudah bisa berbahasa Inggris, kita sudah merasa hebat. Jika kita mau jujur pada diri kita, bahasa adalah alat komunikasi, sedangkan RSBI hanya mengedapakan bahasa. Sementara hal lainya yang lebih penting sering dilupakan.
Adanya RSBI memang belum memenuhi harapan semua pihak. Bahkan, banyak yang mengeluh karena mahalnya biaya sekolah di kelas RSBI. Lalu, mereka harus ikut UN pula. Padahal, bukankah RSBI itu mengikuti standar kurikulum internasional, sedangkan UN adalah kurikulum standar nasional. Jelas, hal ini bertentangan dengan kurikulum itu sendiri.
Parahnya lagi, anak yang ikut RSBI nilai UN-nya jauh lebih rendah daripada anak yang mengikuti kurikulum nasional. Jadi, untuk apa ada kelas RSBI kalau tidak menciptakan anak yang benar-benar berkualitas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar