Minggu, 04 Agustus 2024

ARTIKEL AKSI NYATA BUDAYA POSITIF MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF_KARTONO CGP RECOGNISI ANGKATAN 11 KELAS 11 TAHUN 2024

 




ARTIKEL AKSI NYATA MODUL 1.4

BUDAYA POSITIF

Oleh : Kartono

CGP Recognisi Angkatan 11

 

Pada kegiatan aksi nyata di akhir pembelajaran Modul 1.4 Budaya Positif ini, saya melakukan aksi nyata dalam kegiatan diseminasi secara daring untuk rekan-rekan sejawat di sekolah dan beberapa sekolah yang berdekatan. Kegiatan diseminasi ini sebagai ruang untuk berbagi praktik baik dan berkolaborasi antar tenaga pendidik di sekolah secara virtual dengan media gmeet. Diseminasi daring lebih efektif tidak menggangu di tengah kesibukan Bapak Ibu Guru dalam melaksanakan proses pembelajaran atau tugas tambahan yang lain. Berbagi melalui diseminasi ini diharapkan bermanfaat untuk mengembangkan diri saya sendiri dan rekan guru lain dalam mendidik murid memberikan kontribusi positif untuk mencerdaskan kegidupan bangsa. Kami belajar bersama tentang Budaya Positif dan strategi implementasinya untuk mewujudkannya menjadi budaya positif baik dilingkup kelas maupun sekolah serta menginternalisasi pada diri semua warga sekolah. Kegiatan diseminasi selama kurang lebih satu jam salah satu guru menjadi moderator diseminasi. Sesi kegiatan diseminasi diawali dengan penyampaian materi dilanjutkan dengan tanya jawab pada akhir sesi ada refleksi bersama. Melalui diseminasi diharapkan rekan-rekan guru memahami pentingnya Budaya positif, nilai-nilai kebajikan, dan kesepakatan kelas/sekolah.

Pada sesi kegiatan diseminasi tersebut kami berbagi materi modul 1.4 Budaya Positif yang ada di Modul meliputi sebagai berikut:

1.    Perubahan Paradigma Pembelajaran

Seiring dengan perjalanan waktu telahterjadi perubahan paradigma pembelajaran sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Perubahan paradigma pembelajaran ini merupakan pergeseran antara stimulus respon menjadi teori kontrol. Pembelajaran dirancang berdasarkan prinsip pembelajaran yang berpihak kepada murid dan berdiferensiasi, sehingga setiap murid akan belajar sesuai dengan kebutuhan dari tahap perkembangannya untuk menjadi manusia yang bisa meraih keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya dimasa depan nanti. Perubahan paradigma ini sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa pembelaran hakikatnya menuntun sesuai kodratnya. Peran guru sebagai fasilitator pembelajaran bukan satu-satunya sumber belajar, menginovasi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan belajar murid yang beraneka ragam.

 

2.   Budaya Positif dan Nilai Kebajikan Universal

Budaya positif dan nilai kebajikan universal sangat hubungannya dalam berperilaku positif bagi murid di sekolah. Makna kata Budaya itu sendiri adalah sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapat kepatuhan. Kemudian yang dimaksud dengan budaya positif adalah pendekatan untuk mendidik murid yang bertujuan untuk membentuk kontrol diri dan meningkatkan kepercayaan diri, sehingga mereka bisa berperilaku dengan berpedoman kepada nilai-nilai kebajikan universal yaitu, sifat positif manusia, merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai oleh setiap individu, terlepas dari suku bangsa, bahasa, agama, maupun latar belakangnya. Untuk mewujudkan budaya positif dan menguatkan keyakinan terhadap nilai kebajikan universal membutuhkan kerja keras semua pihak baik guru dan semua warga sekolah.

 

3.   Teori Motivasi, Hukuman, Penghargaan, dan Restitusi

Setiap perilaku salah atau tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh murid kita pasti punya motivasi tertentu yang terbagi menjadi tiga, yaitu: untuk menghindari punishman atau hukuman, untuk mendapatkan reaward atau penghargaan, kemudian motivasi yang paling baik adalah untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percayai. Dari tidakan yang didasari motivasi-motivasi tersebut maka seorang guru akan memberikan respon kepada muridnya yang dikategorikan menjadi konsep budaya identitas gagal dan konsep Budaya identitas sukses. Konsep budaya identitas gagal mencakup 2 (dua) tindakan yaitu memberikan hukuman dan penghargaan, yang dimaksud dengan hukuman adalah bentuk pengendalian perilaku seseorang yang bersifat memaksa dan menyakitkan, sedangkan penghargaan adalah bentuk pengendalian perilaku seseorang dengan suatu imbalan yang diinginkan. Kemudian konsep Budaya identitas sukses mencakup 2 (dua) tindakan yaitu konsekuensi dan restitusi, yang dimaksud dengan konsekuensi adalah bentuk pengendalian perilaku seseorang yang membutuhkan proses stimulus respon, sedangkan restitusi adalah proses mencipakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan sehingga mereka bisa kembali pada kelompoknya dengan karakter yang lebih kuat.

 

4.   Kebutuhan Dasar Manusia

Setia manusia memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dalam hidupnya. Kebutuhan dasar manusia merupakan hal yang sangat urgen dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap individu untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, penting untuk memahami kebutuhan dasar manusia termasuk murid kita. Murid kita melakukan suatu tindakan mencari perhatian, ingin berbuat bebas, menganggu teman, bermain di luar batas seperti tersebut bisa saja karena kebutuhan dasar mereka belum terpenuhi, sehingga mereka berusaha mencari cara agar bisa terpenuhi. Kebutuhan tersebut dibagi menjadi lima, yaitu : bertahan hidup, kasih sayang dan rasa diterima, penguasaan, kebebasan, dan kesenangan. Guru perlu memahami 5 kebutuhan dasar manusia tersebut karena setiap murid memiliki cara pandang yang berbeda dan perilakunya. Perlilaku yang dilakukan murid  tentunya mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhannya.

 

5.   Keyakinan Kelas

Alasan utama perlu dibuat keyakinan kelas adalah adanya nilai yang diyakini bersama. Kemudian nilai tersebut merupakan kesepakatan bersama sehingga tidak ada alasan untuk melanggar kesepakatan yang dibuat bersama. Diperlukan suatu nilai yang membantu mereka menjadi murid yang berbudaya positif dalam hal ini adalah keyakinan kelas, yaitu nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati oleh guru dan murid secara tersirat dan tersurat dalam kelas sebagai acuan dalam berperilaku terhadap diri sendiri dan orang lain dalam lingkungan tersebut. Untuk membentuk keyakinan kelas dan kesepakatan kelas ada prosedurnya. Diawali bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas. Mencatat semua masukan-masukan para murid/warga sekolah Menyusun keyakinan kelas sesuai prosedur  dengan mengganti kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif. Meninjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Meninjau ulang keyakinan kelas yang sudah disepakati bersama.menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan sekolah/kelas tersebut, termasuk guru dan semua warga/murid. Pada bagian akhir bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas.

 

6.   Posisi Kontrol Guru

Salah satu peran guru yang sangat urgen dalam mewujudkan budaya positif adalah posisi kontrol terhadap perilaku murid. Budaya positif juga bisa diwujudkan dengan memiliki posisi kontrol terbaik sebagai seorang guru dalam merespon tindakan yang dilakukan murid. Posisi kontrol tersebut dibagi menjadi lima, yaitu, penghukum, pembuat merasa bersalah, teman, pemantau dan manager. Dalam hal ini posisi manajer dianggap sebagai posisi kontrol yang terbaik dan ideal untuk diterapkan. Posisi manajer lebih efektif sikap guru ketika melihat murid yang melakukan kesalahan tidak langsung menghukum atau menasehati. Namun diawali dengan memahami tindakan ketika bersalah itu biasa, ada alasan, dan solusinya.

 

7.   Segitiga Restitusi

Penerapan segitiga restitusi menunjukkan bahwa guru sedang memposisikan diri sebagai posisi manajer. Pada posisi manager guru tidak berperan sebagai pengatur perilaku muridnya, melainkan guru sebagai pembimbing murid agar bisa mengatur dirinya menjadi pribadi dengan karakter yang lebih kuat lagi. Disinilah konsep Budaya identitas sukses diterapkan melalui restitusi yang memiliki 3 tahapan, yaitu : menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan. Strategi dengan segitiga restitusi lebih nyaman bagi murid dan bisa menguatkan motivasi instrinsik bagi murid dalam menyelesaikan maslahnya sendiri.

 

Demikianlah garis besar materi yang saya sampaikan dalam kegiatan diseminasi secara daring modul 1.4. Budaya Positif melalui kegiatan berbagi ini berharap rekan sejawat bisa mengimplementasikan sedikit pengetahuan di kelas masing-masing sehingga budaya positif bisa terwujud di sekolah. Utamanya penerapan sikap disiplin diri pada murid. Guru perlu memfasilitasi murid agar bisa memiliki disiplin diri yang kuat. Tiada gading yang tak retak aksi nyata yang saya lakukan pasti masih banyak kekurangan. Tentu banyak sekali hal yang perlu saya perbaiki dalam pelaksanaan kegiatan ini, untuk itu saran dan masukan baik dari berbagai pihak akan menjadi sangat berarti untuk perbaikan pada kegiatan- kegiatan yang akan saya ke depan.


 

Selasa, 17 September 2019



Kartono, S.Pd., M.Pd.

TUMBUHKAN KEMANDIRIAN SISWA SD MELALUI BERKEMAH

Kemandirian merupakan salah satu karakter yang harus dikembangkan di SD (sekolah dasar). Sikap kemandirian pada siswa sangat penting untuk menunjang pembelajaran. Dengan kemandirian siswa akan terlatih berperilaku positif. Siswa yang terbiasa mandiri akan mampu mengatur diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Siswa akan mempunyai tangung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya. Kemandirian juga bisa menumbuhkan kemauan dan mengembangkan kemampuan diri. Oleh karena itu guru perlu memfasilitasi tumbuhnya sikap kemandirian sejak usia sekolah dasar. Hal ini dilakukan agar siswa mampu mencapai hasil belajar secara optimal.
Namun kenyataan di sekolah guru banyak mengalami kesulitan. Sebagian siswa merasa kurang mampu mengatasi masalah yang dihadapi. Terutama dalam mengerjakan berbagai tugas yang diberikan oleh guru. Ketika disuruh maju ke depan merasa malu, takut, dan kurang percaya diri. Pada saat ulangan masih banyak yang mencontek atau minta bantuan teman. Padahal jawaban teman belum tentu benar. Strategi yang lazim dilakukan guru biasanya melalui belajar kelompok. Kegiatan kerja kelompok di dalam kelas bila sekedar rutinitas dan monoton, akan membosankan.  Bahkan sering didominasi oleh siswa yang pintar. Akan berbeda bila diberikan dalam suasana yang menantang dan menarik serta dilakukan di luar kelas. Siswa tentu tidak akan canggung dalam melakukan kegiatan yang diberikan guru.
 Salah satu cara untuk menumbuhkan jiwa kemandirian  pada siswa SD adalah melalui berkemah. Berkemah merupakan bagian dari kegiatan dalam kepramukaan. Kegiatan berkemah yaitu bermalam disuatu tempat dengan menggunakan tenda sebagai rumahnya. Di situlah peribadi–pribadi mandiri akan terbentuk dari seorang pramuka. Di dalam perkemahan terdapat banyak sekali kegiatan baik yang menyenangkan, menantang  dan menarik. Seseorang yang biasanya di rumah tinggal perintah kepada pembantu untuk melakukan sesuatu, tetapi di perkemahan tidak akan ada seperti itu lagi. Hal ini dikarenakan semua kegiatan  dikerjakan sendiri atau bersama kelompoknya sesuai dengan tugas dan fungsi  masing-masing, mulai dari bangun tidur sampai menjelang tidur lagi. Kegiatan-kegiatan dalam dunia perkemahan inilah yang nantinya dapat membentuk jiwa yang berkepribadian mantap, berani dan tegas. Bahkan menumbuhkan jiwa kemandirian pada diri siswa, sehingga pada akhirnya terciptalah generasi yang tidak cengeng, tangguh, dan mampu menghadapi tantangan zaman. Generasi harapan bangsa, penerus cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia tercinta ini.
Berkemah merupakan puncak kegiatan kepramukaan yang menarik, menyenangkan bagi peserta didik pramuka penggalang setelah melaksanakan latihan rutin beberapa lama di gugus depan. Adanya perkemahan melatih anggota pramuka untuk hidup di alam terbuka, pegunungan, bumi perkemahan,  atau tempat-tempat lain yang  menarik. Berkemah melatih hidup bersahaja dengan perlengkapan praktis, menggunakan alat-alat yang sederhana tetapi dapat mencukupi kebutuhan  hidupnya selama berkemah dengan sehat.  Selain itu dapat pula melaksanakan permainan yang menyenangkan, petualangan,  penjelajahan,  mengamati, dan menyelidiki lingkungan hidup. Dengan berkemah anggota gerakan Pramuka juga dapat meningkatkan pembinaan hidup beragama untuk menumbuhkan keagungan Tuhan yang Maha Esa. Mampu membina kemandirian, daya tahan tubuh, sikap gotong royong, dan tanggung jawab bahkan dapat menanamkan  rasa cinta tanah air.
Dengan kretivitas seorang pramuka, maka terasa nikmat perkemahan yang dilakukan karena di tempat perkemahan tidak ada tempat yang untuk orang yang tidak mau  mengikuti atau  melakukan pekerjaan kecil-kecil yang harus dilakukan. Tidak ada tempat untuk pemalas atau penggerutu. Sama sekali tidak ada tempat di kepramukaan bagi mereka itu apalagi dalam perkemahan bagi setiap anak  harus membantu pekerjaan  dengan hati gembira agar semuanya merasa  senang, bertambahlah rasa persaudaraan.
Dengan demikian untuk menumbuhkan kemandirian siswa SD tidak hanya melalui pembelajaran di dalam kelas. Guru dapat menumbuhkan melalui kegiatan berkemah. Tidak seperti di kelas, kemandirian melalui berkemah dilakukan secara bertahap. Dari berbagai kegiatan yang dilakukan dapat membuat seseorang tajam cara berpikirnya, cemerlang ide-idenya dan cakap dalam menghadapi segala persoalan. Banyak dan bervariasi kegiatan dalam perkemahan merupakan ajang latihan bagi pramuka yang pada akhirnya membuat pribadi-pribadi tangguh, berusaha untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, tanpa rasa canggung dan ragu-ragu. Kemandirian yang timbul dari kegiatan berkemah sangatlah diharapkan sehingga tidak sia-sia kegiatan dilakukan. Karena kegiatan yang berdampak positif sangatlah diharapkan banyak orang. Bila dengan berkemah dapat menuju ke arah yang baik, berarti kegiatan tersebut perlu dilestarikan.

v  Kepala SDN Kramat 1, UPTD Dikbud Kecamatan Dempet, Kabupaten Demak


ARTIKEL TUMBUHKAN KEMANDIRIAN SISWA SD MELALUI BERKEMAH

Minggu, 02 September 2018

IMPLEMENTASI GERAKAN LITERASI SEKOLAH UNTUK MENUMBUHKAN GENERASI LITERAT DI SDN KRAMAT 1





MAKALAH TINJAUAN ILMIAH


IMPLEMENTASI GERAKAN LITERASI SEKOLAH UNTUK MENUMBUHKAN GENERASI LITERAT
DI SDN KRAMAT 1


Description: C:\Users\hewlett packard\Downloads\images (1).jpg


Disusun oleh:
KARTONO, S.Pd., M.Pd.





UPTD DIKBUD KECAMATAN DEMPET
KABUPATEN DEMAK
TAHUN 2018

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala UPTD Dikbud Kecamatan Dempet menyatakan bahwa Makalah Tinjauan Ilmiah yang berjudul :

IMPLEMENTASI LITERASI SEKOLAH UNTUK
 MENUMBUHKAN GENERASI LITERASI DI SDN KRAMAT 1

 Disusun oleh :
           Kartono, S.Pd., M.Pd.
           NIP. 19710627 199903 1 007
     

Telah diperiksa dan diteliti kebenarannya sesuai dengan kaidah penulisan karya tulis ilmiah, untuk dapat dipublikasikan sebagai Pengembangan Kepfrofesian Berkelanjutan (PKB) serta dapat dipergunakan sebagai syarat penilaian angka kredit Guru/Kepala Sekolah yang bersangkutan atau untuk keperluan lainnya.


Dempet, 5 Maret 2018
Kepala UPTD Dikbud Kec. Dempet



SADIKUN, S.Pd., M.H.
         Pembina Tk.1
NIP. 19630610 198405 1 001






 

HALAMAN PERSETUJUAN

UNTUK DIDOKUMENTASIKAN DI PERPUSTAKAAN


Makalah “Implementasi Gerakan Literasi Sekolah untuk Menumbuhkan Generasi Literasi di SDN Kramat 1” diajukan sebagai syarat untuk memenuhi penetapan angka kredit kenaikan pangkat dalam jabatan fungsional guru melalui Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Makalah ini bisa dipublikasikan, telah disetujui dan disahkan untuk didokumentasikan di perpustakaan SDN Kramat 1
          
Pada Hari       : Senin
            Tanggal          : 5 Maret 2018

 Pustakawan                                                                 Kepala
 SDN Kramat 1                                                            SDN Kramat 1
 UPTD Dikbud Kec. Dempet                                      UPTD Dikbud Kec. Dempet                
   

SRI SUGIYANTI                                                     KARTONO, S.Pd., M.Pd.  
                                                                                     NIP. 19710627 199903 1 007





















KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Dzat yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang tidak pernah diketahui oleh makhluk-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tertuju kepada sang uswatun khasanah, Rosulluah SAW. Penulis wajib bersimpuh dan menghaturkan syukur atas segala pertolongan dan karunia-Nya, sehingga makalah tinjauan ilmiah yang berjudul “Gerakan Literasi Sekolah Sebagai Upaya Menumbuhkan Generasi Literasi” dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah tinjauan ilmiah ini dimaksudkan untuk memberikan tambahan pengetahuan tentang penumbuhan gerakan literasi di sekolah. Makalah ini berisi ulasan dan strategi pengembangan gerakan litearasi di sekolah secara optimal. Makalah ini juga diharapkan akan menambah motivasi guru dalam mengembangkan perofesionalnya melalui literasi di sekolah.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Semoga segala bantuan, dukungan, dan pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis diterima dan mendapat balasan pahala terbaik dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Namun penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat.





                                                                                                            Penulis














DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................  i
HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................  ii
HALAMAN PERSETUJUAN ..............................................................................  iii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................  iv
DAFTAR ISI............................................................................................................ v
DAFTAR TABEL................................................................................................... vi
ABSRAK .................................................................................................................  vii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A.    Latar Belakang…........................................................................................... 1
B.     Permasalahan       ……………………………………………………..           1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. ........  
C.     Pengertian Literasi ........................................................................................  3
D.    Komponen Literasi...............................................................................          5
E.     Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah....................................................          7
BAB III PEMBAHASAN.............................................................................. ........
A.    Prinsip-Prinsip Literasi Sekolah..................................................................... 9
B.     Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah............................................. 10
C.     Tahapan Gerakan Literasi Sekolah................................................................ 12
D.    Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1.......................          14
BAB IV PENUTUP................................................................................................. 20
A.    Kesimpulan…….……………………………………………………          20
B.     Rekomendasi       ……………………………………………………..           20

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 21
LAMPIRAN      .......................................................................................................  22






DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Pihak Pelaksanaan Komponen Literasi ......................................................  7
Tabel 2 : Ekosistem Sekolah yang Literat .................................................................  11
Tabel 3 : GLS Tahap Pembiasaan  ............................................................................  12
Tabel 4 : GLS Tahap Pengembangan ........................................................................  13
Tabel 5 : GLS Tahap Pembelajaran............................................................................ 14








































ABSTRAK

Kartono. Implementasi Gerakan Literasi Sekolah Untuk Menumbuhkan Generasi Literasi. Indonesia telah melewati tahapan krisis literasi dalam pengertian kemelekhurufan. Meskipun demikian, tantangan yang saat ini dihadapi adalah rendahnya minat baca. Selain ketersediaan buku di seluruh Indonesia belum memadai, pemerintah juga menghadapi rendahnya motivasi membaca di kalangan peserta didik. Hal ini memprihatinkan karena di era teknologi informasi, peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan membaca dalam pengertian memahami teks secara analitis, kritis dan reflektif. Permasalahan makalah ini yaitu Bagaimana prinsip-prinsip literasi sekolah, strategi membangun budaya literasi sekolah,
tahapan Gerakan Literasi Sekolah, dan kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1 UPTD Dikbud Kecamatan Dempet kabupaten Demak?
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus menggenjot minat baca masyarakat khususnya peserta didik. Salah satu terobosan yang dilakukan pemerintah adalah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Permendikbud ini diwujudkan dengan wajib membaca khususnya bagi siswa SD, SMP atau SMA. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sebagai upaya untuk mengatasi minat baca yang rendah pada siswa di Indonesia.
Literasi dipahami lebih dari sekedar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1 antara lain :reading group, morning motivation, mini library, perpustakaan sebagai sumber literasi, mading, library class.

Kata kunci : Literasi, Gerakan Literasi Sekolah, generasi literasi














BAB 1
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk dapat memanusiakan manusia. Artinya diharapkan dengan proses transformasi pendidikan, manusia dapat meningkatkan seluruh potensi kognitif, afektif dan psikomotornya. Selama proses pendidikan, peserta didik memperoleh bekal pengusaan berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan keterampilan fungsional. Hal itu dikemas melalui kurikulum sekolah sebagai acuan kepada semua peserta didik secara tuntas. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengambangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Disebutkan juga dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3, “Pemerintah mengusahakan dan penyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan bangsa”. Pendidikan mempunyai peran penting bagi warga negara Indonesia agar tercerdaskan secara intelektual. Salah satu indikator keberhasilan dari suksesnya pendidikan yang terselenggara di Indonesia adalah dengan meningkatnya angka melek huruf pada warga Indonesia.
Dilansir dari kompasiana.com, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang berhasil mengurangi angka buta huruf. Data UNDP tahun 2014 mencatat bahwa tingkat melek huruf masyarakat Indonesia mencapai 92,8% untuk kelompok dewasa, dan 98,8% untuk kategori remaja. Angka ini menunjukkan bahwa Indonesia telah melewati tahapan krisis literasi dalam pengertian kemelekhurufan. Meskipun demikian, tantangan yang saat ini dihadapi adalah rendahnya minat baca. Selain ketersediaan buku di seluruh Indonesia belum memadai, pemerintah juga menghadapi rendahnya motivasi membaca di kalangan peserta didik. Hal ini memprihatinkan karena di era teknologi informasi, peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan membaca dalam pengertian memahami teks secara analitis, kritis dan reflektif. Sesungguhnya permasalahan umum dalam dunia literasi di Indonesia adalah rendahnya ikatan emosional terhadap sumber informasi salah satunya buku bacaan dan kegiatan pemanfaatan sumber informasi tersebut atau kegiatan membaca. Terkait dengan buku sebagai salah satu sumber informasi, rendahnya minat dan gairah membaca sebagian berakar dari masih kuatnya tradisi lisan dalam kehidupan sosial dan pola berpikir masyarakat Indonesia.
Budaya literasi masyarakat Indonesia masih sangat rendah. data statistik UNESCO 2012 yang menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Angka UNDP juga mengejutkan bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen saja.
Kebutuhan literasi di era global ini menuntut pemerintah untuk menyediakan dan memfasilitasi sistem dan pelayanan pendidikan sesuai dengan UUD 1945 Pasal 31 Ayat. Ayat ini menegaskan bahwa program literasi juga mencakup upaya mengembangkan potensi kemanusiaan yang mencakup kecerdasan intelektual, emosi, bahasa, estetika, sosial, spiritual, dengan daya adaptasi terhadap perkembangan arus teknologi dan informasi. Upaya ini sejalan dengan falsafah yang dinyatakan oleh Ki Hadjar Dewantara, bahwa pendidikan harus melibatkan semua komponen masyarakat (keluarga, pendidik profesional, pemerintah, dll.) dalam membina, menginspirasi atau memberi contoh, memberi semangat, dan mendorong perkembangan anak (www.academia.edu).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus menggenjot minat baca masyarakat khususnya peserta didik. Salah satu terobosan yang dilakukan pemerintah adalah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Permendikbud ini diwujudkan dengan wajib membaca khususnya bagi siswa SD, SMP atau SMA. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sebagai upaya untuk mengatasi minat baca yang rendah pada siswa di Indonesia.
GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik. GLS dikembangkan berdasarkan 9 agenda prioritas (Nawacita) yang terkait dengan tugas dan fungsi Kemendikbud, khususnya Nawacita nomor 5, 6, 8 dan 9. Empat butir Nawacita tersebut terkait erat dengan komponen literasi sebagai modal pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, produktif, dan berdaya saing, berkarakter, serta nasionalis. Salah satu kegiatan di dalam GLS tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik.
Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik. Terobosan penting ini hendaknya melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan yaitu sekolah. Pelibatan orang tua peserta didik dan masyarakat juga menjadi komponen penting dalam keberhasilan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Sekolah mempunyai peran penting sebagai wadah pengorganisasian pembelajaran.
Oleh karena itu perlunya gerakan literasi di SDN Kramat 1 UPTD Dikbud Kecamatan Dempet Kabupaten Demak. Gerakan literasi ini tentu saja melibatkan semua warga sekolah untuk mewujudkan budaya literat di SDN Kramat 1. Gerakan literasi ini diharapkan bisa menumbuhkan generasi literasi yang hebat dan nantinya akan menjadi bekal para peserta didik untuk menghadapi masa depan dalam menyongsong abad melenial.

B.       Permasalahan
Berdasarkan latar belakang maka muncul permaslahan sebagai berikut:
1.      Bagaimana prinsip-prinsip literasi sekolah di SDN Kramat 1?
2.      Bagaimana strategi membangun budaya literasi sekolah di SDN Kramat 1?
3.      Bagaimana tahapan Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1?
1.    Bagaimana kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pengertian Literasi
Literasi dalam bahasa Inggris bertuliskan literacy, kata ini berasal dari bahasa Latin littera (huruf) yang memiliki definisi melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Berkenaan dengan ini Kern (2000) mendefinisikan istilah literasi secara komprehensif sebagai berikut:
Literasi adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial, dan historis, serta kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui teks. Literasi memerlukan setidaknya sebuah kepekaan yang tak terucap tentang hubunga-hubungan antara konvensi-konvensi tekstual dan konteks penggunaanya serta idealnya kemampuan untuk berefleksi secara kritis tentang hubungan-hubungan itu. Karena peka dengan maksud/ tujuan, literasi itu bersifat dinamis – tidak statis – dan dapat bervariasi di antara dan di dalam komunitas dan kultur diskursus/ wacana. Literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre, dan pengetahuan kultural.
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa literasi memerlukan kemampuan yang kompleks. Adapun pengetahuan tentang genre adalah pengetahuan tentang jenis-jenis teks yang berlaku/ digunakan dalam komunitas wacana misalnya, teks naratif, eksposisi, deskripsi dan lain-lain. Terdapat tujuh unsur yang membentuk definisi tersebut, yaitu berkenaan dengan interpretasi, kolaborasi, konvensi, pengetahuan kultural, pemecahan masalah, refleksi, dan penggunaan bahasa. Ketujuh hal tersebut merupakan prinsip-prinsip dari literasi. Menurut Kern (2000) terdapat tujuh prinsip pendidikan literasi, yaitu:
1.      Literasi melibatkan interpretasi
Penulis/ pembicara dan pembaca/ pendengar berpartisipasi dalam tindak interpretasi, yakni: penulis/ pembicara menginterpretasikan dunia (peristiwa, pengalaman, gagasan, perasaan, dan lain-lain), dan pembaca/ pendengar kemudian mengiterpretasikan. interpretasi penulis/ pembicara dalam bentuk konsepsinya sendiri tentang dunia.
2.      Literasi melibatkan kolaborasi
Terdapat kerjasama antara dua pihak yakni penulis/ pembicara dan membaca/ pendengar. Kerjasama yang dimaksud itu dalam upaya mencapai suatu pemahaman bersama. Penulis/ pembicara memutuskan apa yang harus ditulis/ dikatakan atau yang tidak perlu ditulis/ dikatakan berdasarkan pemahaman mereka terhadap pembaca/ pendengarnya. Sementara pembaca/ pendengar mencurahkan motivasi, pengetahuan, dan pengalaman mereka agar dapat membuat teks penulis bermakna.
3.      Literasi melibatkan konvensi
Orang-orang membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara itu ditentukan oleh konvensi/ kesepakatan kultural (tidak universal) yang berkembang melalui penggunaan dan dimodifikasi untuk tujuan-tujuan individual. Konvensi disini mencakup aturan aturan bahasa baik lisan maupun tertulis.
4.      Literasi melibatkan pengetahuan kultural.
Membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara berfungsi dalam sistem-sistem sikap, keyakinan, kebiasaan, cita-cita, dan nilai tertentu. Sehingga orang-orang yang berada di luar suatu sistem budaya itu rentan beresiko salah dipahami oleh orang-orang yang berada dalam system budaya tersebut.
5.      Literasi melibatkan pemecahan masalah.
Karena kata-kata selalu melekat pada konteks linguistik dan situasi yang melingkupinya, maka tindak menyimak, berbicara, membaca, dan menulis itu melibatkan upaya membayangkan hubungan-hubungan di antara katakata, frase-frase, kalimat-kalimat, unit-unit makna, teks-teks, dan duniadunia. Upaya membayangkan/ memikirkan/ mempertimbangkan ini merupakan suatu bentuk pemecahan masalah.
6.      Literasi melibatkan refleksi dan refleksi diri.
Pembaca/ pendengar dan penulis/ pembicara memikirkan bahasa dan hubungan-hubungannya dengan dunia dan diri mereka sendiri. Setelah mereka berada dalam situasi komunikasi mereka memikirkan apa yang telah mereka katakan, bagaimana mengatakannya, dan mengapa mengatakan hal tersebut.
7.      Literasi melibatkan penggunaan bahasa.
Literasi tidaklah sebatas pada sistem-sistem bahasa (lisan/ tertulis) melainkan mensyaratkan pengetahuan tentang bagaimana bahasa itu digunakan baik dalam konteks lisan maupun tertulis untuk menciptakan sebuah wacana/ diskursus. Dari poin diatas maka prinsip pendidikan literasi adalah literasi melibatkan interpretasi, kolaborasi, konversi, pengetahuan kultural, pemecahan masalah, refleksi diri, dan melibatkan penggunaan bahasa.

B.     Komponen Literasi
Secara konsep, literasi dipahami lebih dari sekedar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Di era ini, kemampuan yang dimaksud ialah sebagai literasi informasi. Clay (2001) dan Ferguson (www.bibliotech.us) menjabarkan bahwa komponen literasi informasi terdiri atas literasi dini, literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi media, literasi teknologi, dan literasi visual. Dalam konteks Indonesia, literasi dini diperlukan sebagai dasar pemerolehan berliterasi tahap selanjutnya. Komponen literasi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1.      Literasi Dini (Early Literacy)
Yaitu kemampuan untuk menyimak, memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dirumah. Pengalaman peserta didik dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu menjadi fondasi perkembangan literasi dasar.
2.      Literasi Dasar (Basic Literacy)
Yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis untuk menghitung (calculating), mempersepsikan informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.
3.      Literasi Perpustakaan (Library Literacy)
Memberikan pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal, memahami DDS sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah.
4.      Literasi Media (Media Literacy)
Yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (radio, televisi), media digital (media internet), dan memahami tujuan penggunaannya.
5.      Literasi Teknologi (Technology Literacy)
Yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, kemampuan dalam memahami teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Sejalan dengan membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang dibutuhkan masyarakat.
6.      Literasi Visual (Visual Literacy)
Adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan leterasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audio-visual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang tidak terbendung, baik dalam bentuk cetak, auditori, maupun digital (perpaduan ketiganya disebut teks multimodal), perlu dikelola dengan baik. Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang benar-benar perlu disaring berdasarkan etika dan kepatutan.
Pihak yang berperan aktif dalam pelaksanaan komponen literasi dipaparkan pada tabel berikut:
Tabel. 1. Pihak Pelaksanaan Komponen Literasi
No
Komponen Literasi
Pihak yang Berperan Aktif
1
Literasi Usia Dini
Orangtua dan keluarga, guru/ PAUD, pamong atau pengasuh
2
Literasi Dasar
Pendidikan Formal
3
Literasi Perpustakaan
Pendidikan Formal
4
Literasi Teknologi
Pendidikan Formal dan Keluarga
5
Literasi Media
Pendidikan Formal, keluarga, dan lingkungan sosial
6
Literasi Visual
Pendidikan Formal, keluarga, dan lingkungan sosial
(Sumber: Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa komponen dari literasi terdiri 6 kemampuan yang berbeda dari setiap komponen literasi. Seperti literasi media yang menuntut agar siswa dapat memiliki kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda. Berbeda dengan literasi visual yang menghendaki pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan literasi teknologi. Hal ini membuktikan bahwa literasi tidak hanya didefinisikan sebagai aktivitas membaca dan menulis saja.

C.    Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah
GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik.

1.      Tujuan GLS
a.       Tujuan Umum
Menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.
b.      Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus Gerakan Literasi Sekolah adalah sebagai berikut:
1)   Menumbuhkembangkan budaya literasi di Sekolah.
2)   Meningkatkan kapasistas warga dan lingkungan sekolah agar literat.
3)   Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan.
4)   Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.
2.      Ruang Lingkup GLS
Ruang lingkup GLS berupa:
a.       Lingkungan fisik sekolah (fasilitas dan sarana prasarana literasi).
b.      Lingkungan sosial dan afektif (dukungan dan partisipasi aktif seluruh warga sekolah).
c.       Lingkungan akademik (program literasi yang menumbuhkan minat baca dan menunjang kegiatan pembelajaran di SD).
3.      Sasaran
Sasaran dari GLS ini adalah pendidik, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan di Sekolah Dasar
4.      Target Pencapaian
GLS di SD menciptakan ekosistem pendidikan di SD yang literat. Ekosistem pendidikan yang literat adalah lingkungan yang:
a.       Menyenangkan dan ramah peserta didik, sehingga menumbuhkan semangat warganya dalam belajar.
b.      Semua warganya menunjukkan empati, peduli, dan menghargai sesama.
c.       Menumbuhkan semangat ingin tahu dan cinta pengetahuan
d.      Memampukan warganya cakap berkomunikasi dan dapat berkontribusi kepada lingkungan sosialnya.
e.       Mengakomodasi partisipasi seluruh warga sekolah dan lingkungan eksternal SD

BAB III
PEMBAHASAN

A.    Prinsip-prinsip Literasi Sekolah SDN Kramat 1
Prinsip prinsip literasi sekolah SDN Kramat 1 mengacu pada pendapat Beers (2009), praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat diprediksi
Tahap perkembangan anak dalam belajar membaca dan menulis saling berirusan antartahap perkembangan. Memahami tahap perkembangan literasi peserta didik dapat membantu sekolah untuk memilih strategi pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai kebutuhan perkembangan mereka.
2.      Program literasi yang baik bersifat berimbang
Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu, strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasikan dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Program literasi yang bermakna dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks, seperti karya sastra untuk anak dan remaja.
3.      Program literasi terintegrasi dengan kurikulum
Pembiasaan dan pembelajaran literasi disekolah adalah tanggung jawab semua guru di semua mata pelajaran sebab pembelajaran mata pelajaran apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis.
4.      Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapanpun
Misalnya dengan menulis surat kepada presiden atau membaca untuk ibu merupakan contoh-contoh kegiatan literasi yang bermakna.
5.      Kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan
Kelas berbasis literasi yang kuat diharapkan memunculkan berbagai kegiatan lisan berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran dikelas. Kegiatan diskusi ini juga perlu membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan pandangan.
6.      Kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap keberagaman
Warga sekolah perlu menghargai perbedaan melalui kegiatan literasi di sekolah. Bahan bacaan untuk peserta didik perlu merefleksikan kekayaan budaya Indonesia agar mereka dapat terpajan pada pengalaman multikultural.

B.     Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah SDN Kramat 1
Agar sekolah mampu menjadi garis depan dalam pengembangan budaya literasi,  Maka perlu membangun budaya lierasi, pengembangan strategi membangun budaya literasi di SDN Kramat 1 menggunakan teori Beers, dkk. Menurut Beers, dkk. (2009) dalam buku A Principal’s Guide to Literacy Instruction, menyampaikan beberapa strategi untuk menciptakan budaya literasi yang positif di sekolah, yaitu:
1.      Mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi
Lingkungan fisik adalah hal pertama yang dilihat dan dirasakan warga sekolah. Oleh karena itu, lingkungan fisik perlu terlihat ramah dan kondusif untuk pembelajaran. Sekolah yang mendukung pengembangan budaya literasi sebaiknya memajang karya peserta didik dipajang diseluruh area sekolah termasuk koridor, kantor kepala sekolah dan guru. Selai itu, karya –karya peserta didik diganti secara rutin untuk memberikan kesempatan kepada semua peserta didik. Selain itu, peserta didik dapat mengakses buku dan bahan bacaan lain di sudut baca disemua kelas, kantor, dan area lain di sekolah. Ruang pimpinan dengan pajangan karya peserta didik akan memberikan kesan positif tentang komitmen sekolah terhadap pengembangan budaya literasi.
2.      Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model komunikasi dan interaksi yang literat
Lingkungan sosial dan afektif dibangun melalui model komunikasi dan interaksi seluruh komponen sekolah. Hal itu dapat dikembangkan dengan pengakuan atas capaian peserta didik sepanjang tahun. Pemberian penghargaan dapat dilakukan saat upacara bendera setiap minggu untuk menghargai kemajuan peserta didik disemua aspek. Prestasi yang dihargai bukan hanya akademik, tetapi juga sikap dan upaya peserta didik. Dengan demikian, setiap peserta didik mempunyai kesempatan untuk memperoleh penghargaan sekolah. Selain itu, literasi diharapkan dapat mewarnai semua perayaan penting disepanjang tahun pelajaran. Ini bisa direalisasikan dalam bentuk fesival buku, lomba poster, mendongeng, karnaval tokoh buku cerita, dan sebagainya. Pimpinan sekolah selayaknya berperan aktif dalam menggerakkan literasi, antara lain dengan membangun budaya kolaboratif antarguru dan tenaga kependidikan. Dengan demikian, setiap orang dapat terlibat sesuai kepakaran masing-masing. Peran orangtua sebagai relawan gerakan literasi akan semakin memperkuat komitmen sekolah dalam pengembangan budaya literasi.
3.      Mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik yang literat
Lingkungan fisik, sosial, dan afektif berkaitan erat dengan lingkungan akademik. Ini dapat dilihat dari perencanaan dan pelaksaan gerakan literasi di sekolah. Sekolah sebaiknya memberikan alokasi waktu yang cukup banyak untuk pembelajaran literasi. Salah satunya dengan menjalankan kegiatan membaca dalam hati dan guru membacakan buku dengan nyaring selama 15 menit sebelum pelajaran berlangsung. Untuk menunjang kemampuan guru dan staf, mereka perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti program pelatihan tenaga kependidikan untuk peningkatan pemahaman tentang program literasi, pelaksaan dan keterlaksanaannya.
Tabel 2 di bawah ini mencantumkan beberapa parameter yang dapat digunakan sekolah untuk membangun budaya literasi sekolah yang baik.
Tabel 2. Ekosistem Sekolah yang Literat
A.    Lingkungan Fisik
1
Karya peserta didik dipajang disepanjang lingkungan sekolah, termasuk koridor dan kantor (kepala sekolah, guru, administrasi, bimbingan konseling).
2
Karya peserta didik dirotasi secara berkala untuk memberikan kesempatan yang seimbang kepada semua peserta didik.
3
Buku dan materi bacaan lain tersedia dipojok-pojok baca disemua ruang kelas.
4
Buku dan materi bacaan lain tersedia juga untuk peserta didik dan orangtua/ pengunjung dikantor dan ruangan selain ruang kelas.
5
Kantor kepala sekolah memajang karya peserta didik dan buku bacaan untuk anak.
6
Kepala sekolah bersedia berdialog dengan warga sekolah
B.     Lingkungan Sosial dan Afektif
1
Penghargaan terhadap peserta didik (akademik dan nonakademik) diberikan secara rutin (tiap minggu/ bulan). Upacara hari Senin merupakan salah satu kesempatan yang tepat untuk pemberian penghargaan mingguan.
2
Kepala Sekolah terlibat aktif dalam pengembangan literasi.
3
Merayakan hari-hari besar dan nasional dengan nuansa literasi, misalnya merayakan Hari Kartini dengan membaca surat-suratnya.
4
Terdapat budaya kolaborasi antarguru dan staf, dengan mengakui kepakaran masing-masing
5
Terdapat waktu yang memadai bagi staf untuk berkolaborasi dalam menjalankan program literasi dan hal-hal yang terkait dengan pelaksanaannya.
6
Staf sekolah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam menjalankan program literasi.
C.     Lingkungan Akademik
1
Terdapat TLS yang bertugas melakukan asesment dan perencanaan. Bila diperlukan, ada pendampingan dari pihak  eksternal.
2
Disediakan waktu khusus dan cukup banyak untuk pembelajaran dan pembiasaan literasi: membaca dalam hati (sustained silent reading), membacakan buku dengan nyaring (reading aloud), membaca bersama (shared reading), membaca terpandu (guided reading), diskusi buku, bedah buku, presentasi (show-and tell presentation).
3
Waktu berkegiatan literasi dijaga agar tidak dikorbankan untuk kepentingan lain.
4
Disepakati waktu berkala untuk TLS membahas pelaksaan gerakan literasi sekolah.
5
Buku fiksi dan nonfiksi tersedia dalam jumlah cukup banyak di sekolah. Buku cerita fiksi sama pentingnya dengan buku berbasis ilmu pengetahuan.
6
Ada beberapa buku yang wajib dibaca oleh warga sekolah.
7
Ada kesempatan pengembangan profesional tentang lietasi yang diberikan untuk staf, melalui kerjasama dengan institusi terkait (perguruan tinggi, dinas pendidikan, dinas perpustakaan, atau berbagi pengalaman dengan sekolah lain).
8
Seluruh warga sekolah antusias menjalankan program literasi, dengan tujuan membangun organisasi sekolah yang suka belajar.
(Sumber: Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah)
Aspek-aspek tersebut adalah karakteristik penting dalam pengembangan budaya literasi di sekolah. Dalam pelaksanaanya, sekolah dapat mengadaptasinya sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Guru dan pimpinan sekolah perlu bekerja sama untuk mengimplementasikan strategi tersebut.

C.    Tahapan Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1
Literasi di SDN Kramat 1 menggunakan acuan sebagaimana pada Buku Desain Induk Gerakan Lierasi Sekolah. Berikut ini tahapan Gerakan Literasi Sekolah:
1.      Tahap ke-1: Pembiasaan kegiatan membaca yang menyenangkan di ekosistem sekolah Pembiasaan ini bertujuan  untuk menumbuhkan minat terhadap bacaan dan terhadap kegiatan membaca dalam diri warga sekolah. Penumbuhan minat baca merupakan hal fundamental bagi pengembangan kemampuan literasi peserta didik.
Tabel 3. Tahap 1 GLS Tahap Pembiasaan
(Sumber: Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah)
2.      Tahap ke-2: Pengembangan minat baca untuk meningkatkan kemampuan literasi kegiatan literasi pada tahap ini bertujuan mengembangkan kemampuan memahami bacaan dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan menanggapi bacaan pengayaan (Anderson & Krathwol, 2001).
Tabel 4. Tahap 2 GLS Tahap Pengembangan
(Sumber: Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
3.      Tahap ke-3: Pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi. Kegiatan literasi pada tahap pembelajaran bertujuan mengembangkan kemampuan memahami teks dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan menanggapi teks buku bacaan pengayaan dan buku pelajaran (cf. Anderson & Krathwol, 2001). Dalam tahap ini ada tagihan yang sifatnya akademis (terkait dengan mata pelajaran). Kegiatan membaca pada tahap ini untuk mendukungpelaksanaan Kurikulum 2013 yang mensyaratkan peserta didik membaca buku nonteks pelajaran yang dapat berupa buku tentang pengetahuan umum, kegemaran, minat khusus, atau teks multimodal, dan juga dapat dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu sebanyak 6 buku bagi siswa SD, 12 buku bagi siswa SMP, dan 18 buku bagi siswa SMA/SMK. Buku laporan kegiatan membaca pada tahap pembelajaran ini disediakan oleh wali kelas.
Tabel 5. Tahap 3 GLS Tahap Pembelajaran
Sumber: Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

D.    Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1
Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1 terimplisit pada program literasi sekolah,  kemudian diturunkan dengan berbagai program, yaitu:
1.       Reading Group
Aktivitas Reading Group masuk kedalam kurikulum pembelajaran bahasa. Program ini merupakan kegiatan siswa untuk mengasah kemampuan membaca. Reading Group dilakukan didalam kelas dengan membagi siswa untuk berkelompok. 1 kelompok dalam terdiri dari 5-6 siswa. Aktivitas yang dilakukan adalah setiap siswa diminta untuk membaca buku yang telah dipilihnya. Buku-buku yang menjadi referensi yaitu buku yang bercirikan: karakter kuat, sastra yang bagus, dan ilustrasi yang hidup. Setelah siswa selesai membaca, kemudian siswa diminta untuk menceritakan kembali isi buku yang telah dibacanya. Terlihat bahwa aktivitas reading group mengajak siswa untuk membaca dan dapat mengambil makna dari apa yang dibacanya. Melalui program ini, diharapkan siswa mampu memiliki kemampuan membaca tingkat tinggi. Siswa terlihat sangat senang dan antusias ketika mendengarkan cerita dari hasil bacaan teman yang lain. Anak-anak juga menyampaikan isi buku dengan gayanya masing-masing yang mudah dipahami dengan teman sebayanya.
2.      Morning Motivation
Sama halnya dengan program reading group, morning motivation juga terintegrasi dalam kurikulum pembelajaran seluruh siswa. Aktivitas ini dilakukan setiap pagi selama 15 menit sebelum para siswa memulai aktivitas belajar mengajarnya. Kegiatan ini berupa cerita inspiratif untuk memberikan motivasi positif kepada siswa disetiap pagi. Cerita inspiratif bisa berasal dari buku, pengalaman, maupun sumber literasi yang lain. Bahkan aktivitas morning motivation ini mendapat pujian dari pihak luar sehingga memunculkan ide bahwa aktivitas morning motivation akan dibukukan.
Anak-anak duduk dengan posisi siswa laki-laki di depan dan siswa perempuan di belakang. Pemberian bintang di kelas adalah bentuk penghargaan kepada siswa yang telah menjadi contoh dan mendengarkan apa yang diminta oleh wali kelas.
3.      Mini Library atau Pojok Baca disetiap Kelas
Program ini merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan sumber literasi di sekolah. Penyediaan sumber bacaan yang dapat diakses di kelas dengan membuat pojok baca bagi anak yang diletakkan di pojok setiap kelas. Anak-anak diperkenankan untuk membawa buku dari rumah dan meletakkannya di pojok baca kelasnya agar teman-teman yang lain dapat melihat dan membacanya. Program ini bertujuan agar anak-anak dekat dengan buku sebagai sumber literasi.
4.      Pengadaan Perpustakaan sebagai Sumber Literasi
Perpustakaan ini tidak terpisahkan dari misi sekolah untuk mendukung kebijakan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Sehingga perpustakaan ini memiliki tujuan: a). Menumbuh kembangkan minat baca tulis siswa, guru serta karyawan sekolah, b). Mengenalkan teknologi informasi dengan bimbingan dari para guru, c). Membiasakan para siswa untuk percaya diri dalam mengakses informasi secara mandiri, d). Mampu memupuk bakat dan minat civitas akademik.
Berikut ini adalah program yang dibuat oleh pihak perpustakaan:
a.       Best Reader of The Month
Program ini merupakan pemberian penghargaan bagi siswa yang rajin mengunjungi dan membaca di perpustakaan setiap bulannya. Foto siswa akan ditampilkan dan akan disebutkan diupacara bendera sebagai bentuk motivasi bagi siswa yang mendapat penghargaan dan juga untuk siswa yang lain agar tumbuh semangat membaca di perpustakaan. Untuk menentukan pemenang ditiap bulannya, dilihat dari data pengunjung perpustakaan. Setiap anak tidak akan mendapat penghargaan secara berturut-turut. Hal ini disebabkan tujuan dari pemberian penghargaan ini untuk memberikan motivasi membaca siswa dengan mendatangi perpustakaan sebagai sumber literasi.

b.      Books Lover
Penghargaan yang diberikan kepada siswa yang memiliki predikat peminjam buku terbanyak di perpustakaan. Penghargaan ini sama halnya dengan program Best Reader of The Month yang diadakan selama satu bulan satu kali. Tujuan dari progam ini juga untuk meningkatkan minat baca buku siswa bukan hanya di perpustakaan atau di sekolah saja, tapi memiliki minat baca juga di rumah. Untuk menentukan pemenang ditiap bulannya, dilihat dari data peminjaman buku perpustakaan. Setiap anak tidak akan mendapat penghargaan secara berturut-turut. Hal ini disebabkan oleh tujuan dari pemberian penghargaan ini ialah untuk memberikan motivasi membaca siswa dengan mendatangi perpustakaan sebagai sumber literasi. Program ini sama dengan Best Reader of The Month.
c.       World Book Day
Program ini biasa dilakukan dibulan Mei untuk memperingati hari buku sedunia. Program ini berisikan kegiatan story telling, wakaf buku, dan membaca buku sepuluh menit. Berikut ini adalah dokumentasi dari program World Book Day.
d.      Wakaf Buku
Wakaf buku adalah salah satu program khusus perpustakaan untuk pemenuhan sumber literasi di perpustakaan. Kegiatan ini merupakan serangkaian dari program World Book Day. Secara rinci kegiatan ini adalah penerimaan buku dari siswa. Tentu buku yang boleh diwakafkan ialah buku yang sesuai dengan standar yang ditentukan pihak sekolah.
5.      Mading
Program ini merupakan upaya penyediaan sumber informasi yang mudah diakses di luar perpustakaan berupa majalah dinding. Mading ini berisi informasi kegiatan dari perpustakaan dan isu-isu yang mengundang value untuk siswa. Mading dibuat oleh pustakawan dengan desain yang menarik. Mading dipasang tepat di depan perpustakaan. Informasi yang disajikan di mading sekolah adalah seputar kegiatan dan informasi yang bersifat edukasi.
6.      Library Class
Kegiatan ini memberikan pengarahan kepada siswa-siswa tentang perpustakaan dan peraturan perpustakaan. Hal ini bertujuan untuk memberikan pendidikan pemakaian perpustakaan kepada siswa. Kegiatan ini biasa dilakukan pada tahun ajaran baru setiap tahunnya. Aktivitas ini dilakukan di perpustakaan dan dipandu oleh pustakawan dari perpustakaan. Program ini biasa dilaksanakan ketika ada siswa baru. Pustawaan akan menjelaskan dan memberikan demonstrasi tentang berbagai peraturan dan tata cara pemanfaatan perpustakaan. Selain itu terkait pemanfaatan perpustakaan, di sini juga terdapat peraturan peminjaman dan pengembalian buku perpustakaan yang dibawa oleh pulang siswa. Peraturan ini dibuat agar terdapat keteraturan terkait sirkulasi buku dan pemanfaatan sumber literasi.
Siswa memilih buku sesuai dengan apa yang mereka sukai. Koleksi literatur anak di perputakaan memiliki jenis yang berbeda-beda, yaitu:
1.      Picture Book (buku bergambar)
Buku ini berisikan gambar untuk membentuk suatu makna dari cerita. Ada beberapa macam picture book antara lain: buku alphabet, buku berhitung, buku informasi yang berisi gambar-gambar dengan sedikit tulisan dan pop up. Pemanfaatan picture book lebih sering digunakan oleh siswa kelas I.
2.      Komik
Buku bacaan yang menyerupai cerita bergambar dan menggabungkan dengan sedikitnya teks serta terdiri dari berbagai bentuk untuk menunjukkan berbagai maksud. Komik sering dimanfaatkan oleh siswa kelas bawah dikarenakan alur cerita yang mudah dipahami serta sedikitnya teks yang terdapat dalam komik.
3.      Sastra tradisional
Cerita-cerita yang termasuk sastra tradisional adalah cerita rakyat yang meliputi legenda, mite, dan dongeng. Koleksi sastra tradisional biasa digunakan oleh siswa-siswa untuk lebih mengenal cerita rakyat dari suatu daerah.
4.      Fantasi Modern
Cerita berupa dongeng-dongeng modern yang banyak mengambil elemen-elemen cerita rakyat. Koleksi fantasi modern sudah ada di perpustakaan dan pemanfaatannya oleh siswa sudah terlihat. Tapi belum banyak jenis buku fantasi modern di perpustakaan ini.
5.      Fiksi Realistis
Yaitu fiksi yang diset dimasa modern dan dapat dibayangkan terjadi pada kehidupan manusia yang nyata dan ceritanya terjadi di dunia. Fiksi realistis biasanya bercerita tentang petualangan detektif, misteri, humor, cerita tentang masalah pribadi seperti kebahagiaan, kesedihan, dan sebagainya.
6.      Fiksi Sejarah (fiksi historis)
Berisi cerita sejarah biasanya tidak merekam nama rakyat biasa, tetapi hanya menceritakan “orang-orang besar saja”. Sedangkan fiksi sejarah bercerita tentang rakyat biasa, dan peristiwa sejarah menjadi latarbelakang dan menjadi sumber inspirasi. Koleksi fiksi sejarah di perpustakaan masih sedikit jumlahnya dan pemanfaatannya yang masih kurang.
7.      Puisi
Puisi merupakan kumpulan kalimat-kalimat yang indah susunan dan maknanya. Koleksi puisi di perputakaan masih minim. Adapun koleksi puisi di perpustakaan ini adalah koleksi puisi bahasa Inggris atau poetry rhymes. Puisi ini tidak begitu digemari oleh siswa-siswa karena minimnya gambar-gambar yang tersedia pada sumber referensi ini.
8.      Buku Informatif
Buku informasi untuk anak-anak pun diberi foto dan ilustrasi, buku dikemas dalam bentuk cerita namun juga harus akurat, otentik, dan menggunakan fakta-fakta. Perpustakaan sudah banyak memiliki koleksi buku informatif seperti sains, buku science fiction, buku multikultural, buku social science. Buku informatif di perpustakaan sering dimanfaatkan oleh pengguna dalam hal pencarian informasi atau melakukan eksperimen ketika akan mengikuti kegiatan science fair.
9.      Buku Biografi
Jenis buku ini berisi tentang kisah para tokoh atau pahlawan. Biografi ini sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan siswa untuk mengetahui tokoh-tokoh besar dan perannya masing-masing. Sayangnya buku biografi ini belum banyak ditemukan di perpustkaan ini.
Beberapa jenis literatur yang telah disebutkan di atas, siswa dapat menggunakannya sebagai bahan pemanfaatan literasi informasi apapun. Pemanfaatan koleksi fiksi di suatu perputakaan sangat penting bagi siswa karena karya fiksi mampu memberikan hiburan segar dan juga memberikan inspirasi baru bagi para pembaca serta mengapresiasikannya sesuai dengan kadar kemampuan dan imajinasi para siswa. Dengan membaca karya fiksi siswa mendapatkan inspirasi dan diajarkan untuk mempunyai khayalan atau angan-angan agar nantinya dapat dituangkan kedalam bentuk tulisan sesuai dengan imajinasinya. Selain pemanfaatan secara fiksi, siswa juga dapat mengambil banyak manfaat dari sumber literasi non fiksi. Kesimpulannya adalah literatur anak baik fiksi maupun nonfiksi memberikan pengetahuan kepada siswa baik pengetahuan science maupun sosial.
Siswa memanfaatkan waktu luang dan waktu istirahat untuk datang ke perpustakaan. Selain membaca, siswa juga dapat bermain di area perpustakaan karena dari pihak perpustakaan menyediakan permainan edukatif yang dapat dimanfaatkan oleh siswa. Tidak jarang juga perpustakaan dijadikan tempat untuk mengadakan pembelajaran. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kebosanan pada siswa apabila pembelajaran dilakukan di luar kelas mereka.






























BAB IV
PENUTUP

A.      Simpulan
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Prinsip-prinsip literasi sekolah di SDN Kramat 1 meliputi: perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan, program literasi terintegrasi dengan kurikulum  Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapanpun, kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan, dan  kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap keberagaman.
2.    Strategi membangun budaya literasi sekolah di SDN Kramat 1 dengan cara engkondisikan lingkungan fisik ramah literasi, mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model komunikasi dan interaksi yang literat, dan mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik yang literat.
3.    Tahapan Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1 meliputi pembiasaan kegiatan membaca yang menyenangkan di ekosistem sekolah, pengembangan minat baca untuk meningkatkan kemampuan literasi kegiatan literasi, dan pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi.
4.    Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1 yaitu mengimplementasikan Gerakan Literasi Sekolah seperti :reading group, morning motivation, mini library, perpustakaan sebagai sumber literasi, mading, dan library class.

B.       Rekomendasi
Sekolah sebaiknya memberikan alokasi waktu yang cukup banyak untuk pembelajaran literasi. Salah satunya dengan menjalankan kegiatan membaca dalam hati dan guru membacakan buku dengan nyaring selama 15 menit sebelum pelajaran berlangsung. Untuk menunjang kemampuan guru dan staf, mereka perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti program pelatihan tenaga kependidikan untuk peningkatan pemahaman tentang program literasi, pelaksaan dan keterlaksanaannya.





DAFTAR PUSTAKA

Beers, C. S. (2009). A Principal’s Guide to Literacy Instruction. New York: Guilford Press.
Fifaldo, Daniel. (2015). Filsafat Pendidikan dalam Pendidikan Karakter. Diakses dari: www.academia.edu. Pada tanggal 21 November 2016.
Iriantara, Yosal & Usep Syaripudin, M.Ed. (2013). Komunikasi Pendidikan. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Kemendikbud. (2016). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Kemendikbud. (2016). Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Kemendikbud. (2016). Survey Internasional PIRLS. Diakses dari : http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pirls. Pada tanggal 6 Maret.
Mahmud, Amiruddin. (2016). Membangun Budaya Literasi. Diakses dari: http://www.kompasiana.com/amirudinmahmud/membangun-budaya-literasi_570261c7a623bd58094c29f9. Pada tanggal 21 November 2016.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 23 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/ Kota.
Redaktur Media. (2015). Literasi Indonesia Sangat Rendah. Diakses dari: http://www.republika.co.id/berita/koran/didaktika/14/12/15/ngm3g840-literasi-indonesia-sangat-rendah. pada tanggal 21 November 2016.
Rohman, Arif. (2014). Kebijakan Pendidikan: Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Sofa, Nurul. (2010). Penerapan Literasi Informasi di Sekolah Alam Indonesia Rawa Kopi. Skripsi Universitas Indonesia. Jakarta.
UNESCO. 2003. The Prague Declaration. “Towards am Information Literate Society”. Diakses dari: www.unesco.com. Pada tanggal 6 Maret 2017.










LAMPIRAN FOTO PENUNJANG














Foto Diklat Literasi untuk Guru Beprestasi se Indonesia di Jakarta
Description: D:\FOTO KRAMAT 2016\FOTO LITERASI\20171019_191256.jpg





Foto Diseminasi Literasi Karya Buku Bacaan Anak di Jakarta
Description: D:\FOTO KRAMAT 2016\FOTO LITERASI\20171018_232508.jpg






Pemajangan Karya Literasi di Kemendikbud
Description: D:\FOTO KRAMAT 2016\FOTO LITERASI\20171018_185918.jpg




Kepala Sekolah, Guru, dan Siswa mengikuti Lomba Penulisan Artikel di Kemendikbud
  Description: D:\FOTO KRAMAT 2016\FOTO LITERASI\20170925_124619.jpg



 Kegiatan Literasi di SDN Kramat 1
Description: D:\FOTO KRAMAT 2016\FOTO LITERASI\20171014_065821.jpg




Literasi dalam Pembelajaran
Description: D:\FOTO KRAMAT 2016\FOTO DESEMBER 2017\20171120_102722.jpg








Kegiatan Literasi Sebelum Pembelajaran
Description: D:\FOTO KRAMAT 2016\FOTO DESEMBER 2017\20171128_065702.jpg





Kepala Sekolah, Guru, dan Siswa Berpartisipasi GLS
Description: D:\FOTO KRAMAT 2016\FOTO SEMESTER 1 2017\20170902_072112.jpg



Profil PTK  SD Kramat 1

Description: F:\FOTO KRAMAT 2016\FOTO LITERASI\20171023_073216.jpg


Literasi Melalui Kegiatan Peserta Didik
Description: F:\FOTO KRAMAT 2016\FOTO HP MEI 2018\20180512_094559.jpg





Lierasi Melalui Pembelajaran
Description: F:\FOTO KRAMAT 2016\FOTO HP MEI 2018\20180512_100622.jpg

Lierasi Sebelum Pembelajaran
Description: F:\FOTO KRAMAT 2016\FOTO SEMESTER 1 2017\20170902_071735.jpg









Guru Mewujudkan Kegiatan Literasi Sekolah
Description: F:\FOTO KRAMAT 2016\FOTO SEMESTER 1 2017\20170902_071931.jpg


Description: F:\FOTO KRAMAT 2016\FOTO KEGIATAN TERBARU 2017\20170114_081605.jpg







Ruang Kelas Yang Literate
Description: F:\FOTO KRAMAT 2016\FOTO KEGIATAN TERBARU 2017\20170107_072320.jpg