MAKALAH
TINJAUAN ILMIAH
IMPLEMENTASI
GERAKAN LITERASI SEKOLAH UNTUK MENUMBUHKAN GENERASI LITERAT
DI
SDN KRAMAT 1

Disusun
oleh:
KARTONO,
S.Pd., M.Pd.
UPTD DIKBUD KECAMATAN DEMPET
KABUPATEN DEMAK
HALAMAN
PENGESAHAN
Yang
bertanda tangan di bawah ini Kepala UPTD Dikbud Kecamatan Dempet menyatakan
bahwa Makalah Tinjauan Ilmiah yang berjudul :
IMPLEMENTASI LITERASI
SEKOLAH UNTUK
MENUMBUHKAN GENERASI LITERASI DI SDN KRAMAT 1
Disusun oleh :
Kartono, S.Pd., M.Pd.
NIP. 19710627 199903 1 007
Telah
diperiksa dan diteliti kebenarannya sesuai dengan kaidah penulisan karya tulis
ilmiah, untuk dapat dipublikasikan sebagai Pengembangan Kepfrofesian
Berkelanjutan (PKB) serta dapat dipergunakan sebagai syarat penilaian angka
kredit Guru/Kepala Sekolah yang bersangkutan atau untuk keperluan lainnya.
Dempet, 5 Maret
2018
Kepala UPTD
Dikbud Kec. Dempet
SADIKUN,
S.Pd., M.H.
Pembina Tk.1
NIP. 19630610 198405
1 001
HALAMAN PERSETUJUAN
UNTUK DIDOKUMENTASIKAN DI
PERPUSTAKAAN
Makalah “Implementasi Gerakan Literasi Sekolah
untuk Menumbuhkan Generasi Literasi di SDN Kramat 1” diajukan sebagai
syarat untuk memenuhi penetapan angka kredit kenaikan pangkat dalam jabatan
fungsional guru melalui Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Makalah
ini bisa dipublikasikan, telah disetujui dan disahkan untuk didokumentasikan di
perpustakaan SDN Kramat 1
Pada Hari :
Senin
Tanggal :
5 Maret 2018
Pustakawan Kepala
SDN Kramat 1 SDN
Kramat 1
UPTD Dikbud
Kec. Dempet UPTD
Dikbud Kec. Dempet
SRI
SUGIYANTI KARTONO, S.Pd., M.Pd.
NIP.
19710627 199903 1 007
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Dzat yang Maha
Mengetahui segala sesuatu yang tidak pernah diketahui oleh makhluk-Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tertuju kepada sang uswatun khasanah,
Rosulluah SAW. Penulis wajib bersimpuh dan menghaturkan syukur atas segala
pertolongan dan karunia-Nya, sehingga makalah tinjauan ilmiah yang berjudul “Gerakan Literasi Sekolah Sebagai Upaya
Menumbuhkan Generasi Literasi” dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah tinjauan ilmiah ini dimaksudkan untuk memberikan tambahan
pengetahuan tentang penumbuhan gerakan literasi di sekolah. Makalah ini berisi
ulasan dan strategi pengembangan gerakan litearasi di sekolah secara optimal.
Makalah ini juga diharapkan akan menambah motivasi guru dalam mengembangkan
perofesionalnya melalui literasi di sekolah.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan
terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Semoga segala
bantuan, dukungan, dan pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis diterima
dan mendapat balasan pahala terbaik dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa
penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Namun penulis berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN
PENGESAHAN ............................................................................... ii
HALAMAN
PERSETUJUAN .............................................................................. iii
KATA
PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR
ISI............................................................................................................
v
DAFTAR
TABEL...................................................................................................
vi
ABSRAK
................................................................................................................. vii
BAB
1 PENDAHULUAN.......................................................................................
1
A. Latar Belakang…...........................................................................................
1
B. Permasalahan ……………………………………………………..
1
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. ........
C. Pengertian
Literasi ........................................................................................ 3
D. Komponen
Literasi...............................................................................
5
E. Kebijakan
Gerakan Literasi Sekolah....................................................
7
BAB
III PEMBAHASAN.............................................................................. ........
A. Prinsip-Prinsip
Literasi Sekolah.....................................................................
9
B. Strategi
Membangun Budaya Literasi Sekolah.............................................
10
C. Tahapan
Gerakan Literasi Sekolah................................................................
12
D. Kebijakan
Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1.......................
14
BAB
IV PENUTUP.................................................................................................
20
A. Kesimpulan…….…………………………………………………… 20
B. Rekomendasi ……………………………………………………..
20
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................
21
LAMPIRAN ....................................................................................................... 22
DAFTAR TABEL
Tabel
1 : Pihak Pelaksanaan Komponen Literasi ...................................................... 7
Tabel
2 : Ekosistem Sekolah yang Literat ................................................................. 11
Tabel
3 : GLS Tahap Pembiasaan ............................................................................ 12
Tabel
4 : GLS Tahap Pengembangan ........................................................................ 13
Tabel
5 : GLS Tahap Pembelajaran............................................................................
14
ABSTRAK
Kartono. Implementasi Gerakan Literasi
Sekolah Untuk Menumbuhkan Generasi Literasi. Indonesia telah melewati
tahapan krisis literasi dalam pengertian kemelekhurufan. Meskipun demikian,
tantangan yang saat ini dihadapi adalah rendahnya minat baca. Selain
ketersediaan buku di seluruh Indonesia belum memadai, pemerintah juga
menghadapi rendahnya motivasi membaca di kalangan peserta didik. Hal ini
memprihatinkan karena di era teknologi informasi, peserta didik dituntut untuk
memiliki kemampuan membaca dalam pengertian memahami teks secara analitis,
kritis dan reflektif. Permasalahan makalah ini yaitu Bagaimana prinsip-prinsip
literasi sekolah, strategi membangun
budaya literasi sekolah,
tahapan
Gerakan Literasi Sekolah, dan kebijakan
Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1 UPTD Dikbud Kecamatan Dempet kabupaten Demak?
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus
menggenjot minat baca masyarakat khususnya peserta didik. Salah satu terobosan
yang dilakukan pemerintah adalah dengan menerbitkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan
Budi Pekerti. Permendikbud ini diwujudkan dengan wajib membaca khususnya bagi
siswa SD, SMP atau SMA. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga
mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sebagai upaya untuk mengatasi minat
baca yang rendah pada siswa di Indonesia.
Literasi
dipahami lebih dari sekedar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan
berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual,
digital, dan auditori. Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1 antara lain
:reading group, morning motivation, mini library, perpustakaan sebagai sumber
literasi, mading, library class.
Kata kunci : Literasi,
Gerakan Literasi Sekolah, generasi literasi
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk dapat memanusiakan
manusia. Artinya diharapkan dengan proses transformasi pendidikan, manusia
dapat meningkatkan seluruh potensi kognitif, afektif dan psikomotornya. Selama
proses pendidikan, peserta didik memperoleh bekal pengusaan berbagai disiplin
ilmu pengetahuan dan keterampilan fungsional. Hal itu dikemas melalui kurikulum
sekolah sebagai acuan kepada semua peserta didik secara tuntas. Menurut UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengambangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Disebutkan juga dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3, “Pemerintah
mengusahakan dan penyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan bangsa”. Pendidikan mempunyai peran penting bagi warga negara
Indonesia agar tercerdaskan secara intelektual. Salah satu indikator
keberhasilan dari suksesnya pendidikan yang terselenggara di Indonesia adalah
dengan meningkatnya angka melek huruf pada warga Indonesia.
Dilansir dari kompasiana.com, Indonesia tercatat sebagai salah satu
negara yang berhasil mengurangi angka buta huruf. Data UNDP tahun 2014 mencatat
bahwa tingkat melek huruf masyarakat Indonesia mencapai 92,8% untuk kelompok
dewasa, dan 98,8% untuk kategori remaja. Angka ini menunjukkan bahwa Indonesia
telah melewati tahapan krisis literasi dalam pengertian kemelekhurufan.
Meskipun demikian, tantangan yang saat ini dihadapi adalah rendahnya minat
baca. Selain ketersediaan buku di seluruh Indonesia belum memadai, pemerintah
juga menghadapi rendahnya motivasi membaca di kalangan peserta didik. Hal ini
memprihatinkan karena di era teknologi informasi, peserta didik dituntut untuk
memiliki kemampuan membaca dalam pengertian memahami teks secara analitis,
kritis dan reflektif. Sesungguhnya permasalahan umum dalam dunia literasi di
Indonesia adalah rendahnya ikatan emosional terhadap sumber informasi salah
satunya buku bacaan dan kegiatan pemanfaatan sumber informasi tersebut atau
kegiatan membaca. Terkait dengan buku sebagai salah satu sumber informasi,
rendahnya minat dan gairah membaca sebagian berakar dari masih kuatnya tradisi
lisan dalam kehidupan sosial dan pola berpikir masyarakat Indonesia.
Budaya literasi masyarakat Indonesia masih sangat rendah. data
statistik UNESCO 2012 yang menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru
mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang
memiliki minat baca. Angka UNDP juga mengejutkan bahwa angka melek huruf orang
dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen saja.
Kebutuhan literasi di era global ini menuntut pemerintah untuk
menyediakan dan memfasilitasi sistem dan pelayanan pendidikan sesuai dengan UUD
1945 Pasal 31 Ayat. Ayat ini menegaskan bahwa program literasi juga mencakup
upaya mengembangkan potensi kemanusiaan yang mencakup kecerdasan intelektual,
emosi, bahasa, estetika, sosial, spiritual, dengan daya adaptasi terhadap
perkembangan arus teknologi dan informasi. Upaya ini sejalan dengan falsafah
yang dinyatakan oleh Ki Hadjar Dewantara, bahwa pendidikan harus melibatkan
semua komponen masyarakat (keluarga, pendidik profesional, pemerintah, dll.)
dalam membina, menginspirasi atau memberi contoh, memberi semangat, dan
mendorong perkembangan anak (www.academia.edu).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus
menggenjot minat baca masyarakat khususnya peserta didik. Salah satu terobosan
yang dilakukan pemerintah adalah dengan menerbitkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan
Budi Pekerti. Permendikbud ini diwujudkan dengan wajib membaca khususnya bagi
siswa SD, SMP atau SMA. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga
mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sebagai upaya untuk mengatasi
minat baca yang rendah pada siswa di Indonesia.
GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk
menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat
sepanjang hayat melalui pelibatan publik. GLS dikembangkan berdasarkan 9 agenda
prioritas (Nawacita) yang terkait dengan tugas dan fungsi Kemendikbud,
khususnya Nawacita nomor 5, 6, 8 dan 9. Empat butir Nawacita tersebut terkait
erat dengan komponen literasi sebagai modal pembentukan sumber daya manusia
yang berkualitas, produktif, dan berdaya saing, berkarakter, serta nasionalis.
Salah satu kegiatan di dalam GLS tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku
non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk
menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca
agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik.
Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal,
nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.
Terobosan penting ini hendaknya melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang
pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan
pendidikan yaitu sekolah. Pelibatan orang tua peserta didik dan masyarakat juga
menjadi komponen penting dalam keberhasilan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Sekolah
mempunyai peran penting sebagai wadah pengorganisasian pembelajaran.
Oleh karena itu perlunya gerakan literasi
di SDN Kramat 1 UPTD Dikbud Kecamatan Dempet Kabupaten Demak. Gerakan literasi
ini tentu saja melibatkan semua warga sekolah untuk mewujudkan budaya literat
di SDN Kramat 1. Gerakan literasi ini diharapkan bisa menumbuhkan generasi
literasi yang hebat dan nantinya akan menjadi bekal para peserta didik untuk
menghadapi masa depan dalam menyongsong abad melenial.
B.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang maka muncul permaslahan sebagai berikut:
1. Bagaimana prinsip-prinsip literasi sekolah di SDN Kramat 1?
2. Bagaimana strategi membangun budaya literasi sekolah di SDN Kramat 1?
3. Bagaimana tahapan Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1?
1. Bagaimana kebijakan Gerakan Literasi Sekolah
di SDN Kramat 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Literasi
Literasi dalam bahasa Inggris bertuliskan literacy,
kata ini berasal dari bahasa Latin littera (huruf) yang memiliki
definisi melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang
menyertainya. Berkenaan dengan ini Kern (2000) mendefinisikan istilah literasi
secara komprehensif sebagai berikut:
“Literasi adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial, dan
historis, serta kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan makna
melalui teks. Literasi memerlukan setidaknya sebuah kepekaan yang tak terucap
tentang hubunga-hubungan antara konvensi-konvensi tekstual dan konteks
penggunaanya serta idealnya kemampuan untuk berefleksi secara kritis tentang
hubungan-hubungan itu. Karena peka dengan maksud/ tujuan, literasi itu bersifat
dinamis – tidak statis – dan dapat bervariasi di antara dan di dalam komunitas
dan kultur diskursus/ wacana. Literasi memerlukan serangkaian kemampuan
kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre, dan pengetahuan kultural.
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa literasi memerlukan
kemampuan yang kompleks. Adapun pengetahuan tentang genre adalah
pengetahuan tentang jenis-jenis teks yang berlaku/ digunakan dalam komunitas
wacana misalnya, teks naratif, eksposisi, deskripsi dan lain-lain. Terdapat tujuh
unsur yang membentuk definisi tersebut, yaitu berkenaan dengan interpretasi,
kolaborasi, konvensi, pengetahuan kultural, pemecahan masalah, refleksi, dan
penggunaan bahasa. Ketujuh hal tersebut merupakan prinsip-prinsip dari
literasi. Menurut Kern (2000) terdapat tujuh prinsip pendidikan literasi,
yaitu:
1.
Literasi melibatkan interpretasi
Penulis/
pembicara dan pembaca/ pendengar berpartisipasi dalam tindak interpretasi,
yakni: penulis/ pembicara menginterpretasikan dunia (peristiwa, pengalaman,
gagasan, perasaan, dan lain-lain), dan pembaca/ pendengar kemudian
mengiterpretasikan. interpretasi penulis/ pembicara dalam bentuk konsepsinya
sendiri tentang dunia.
2.
Literasi melibatkan kolaborasi
Terdapat
kerjasama antara dua pihak yakni penulis/ pembicara dan membaca/ pendengar.
Kerjasama yang dimaksud itu dalam upaya mencapai suatu pemahaman bersama.
Penulis/ pembicara memutuskan apa yang harus ditulis/ dikatakan atau yang tidak
perlu ditulis/ dikatakan berdasarkan pemahaman mereka terhadap pembaca/
pendengarnya. Sementara pembaca/ pendengar mencurahkan motivasi, pengetahuan,
dan pengalaman mereka agar dapat membuat teks penulis bermakna.
3.
Literasi melibatkan konvensi
Orang-orang
membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara itu ditentukan oleh konvensi/
kesepakatan kultural (tidak universal) yang berkembang melalui penggunaan dan
dimodifikasi untuk tujuan-tujuan individual. Konvensi disini mencakup aturan
aturan bahasa baik lisan maupun tertulis.
4.
Literasi melibatkan pengetahuan kultural.
Membaca
dan menulis atau menyimak dan berbicara berfungsi dalam sistem-sistem sikap,
keyakinan, kebiasaan, cita-cita, dan nilai tertentu. Sehingga orang-orang yang
berada di luar suatu sistem budaya itu rentan beresiko salah dipahami oleh
orang-orang yang berada dalam system budaya tersebut.
5.
Literasi melibatkan pemecahan masalah.
Karena
kata-kata selalu melekat pada konteks linguistik dan situasi yang
melingkupinya, maka tindak menyimak, berbicara, membaca, dan menulis itu
melibatkan upaya membayangkan hubungan-hubungan di antara katakata,
frase-frase, kalimat-kalimat, unit-unit makna, teks-teks, dan duniadunia. Upaya
membayangkan/ memikirkan/ mempertimbangkan ini merupakan suatu bentuk pemecahan
masalah.
6.
Literasi melibatkan refleksi dan refleksi diri.
Pembaca/
pendengar dan penulis/ pembicara memikirkan bahasa dan hubungan-hubungannya
dengan dunia dan diri mereka sendiri. Setelah mereka berada dalam situasi
komunikasi mereka memikirkan apa yang telah mereka katakan, bagaimana
mengatakannya, dan mengapa mengatakan hal tersebut.
7.
Literasi melibatkan penggunaan bahasa.
Literasi
tidaklah sebatas pada sistem-sistem bahasa (lisan/ tertulis) melainkan
mensyaratkan pengetahuan tentang bagaimana bahasa itu digunakan baik dalam
konteks lisan maupun tertulis untuk menciptakan sebuah wacana/ diskursus. Dari
poin diatas maka prinsip pendidikan literasi adalah literasi melibatkan
interpretasi, kolaborasi, konversi, pengetahuan kultural, pemecahan masalah,
refleksi diri, dan melibatkan penggunaan bahasa.
B.
Komponen Literasi
Secara konsep, literasi dipahami lebih dari
sekedar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan
sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Di
era ini, kemampuan yang dimaksud ialah sebagai literasi informasi. Clay (2001)
dan Ferguson (www.bibliotech.us) menjabarkan bahwa komponen literasi informasi
terdiri atas literasi dini, literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi
media, literasi teknologi, dan literasi visual. Dalam konteks Indonesia,
literasi dini diperlukan sebagai dasar pemerolehan berliterasi tahap selanjutnya.
Komponen literasi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1.
Literasi Dini (Early Literacy)
Yaitu
kemampuan untuk menyimak, memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui
gambar dan lisan yang dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya dirumah. Pengalaman peserta didik dalam berkomunikasi
dengan bahasa ibu menjadi fondasi perkembangan literasi dasar.
2.
Literasi Dasar (Basic Literacy)
Yaitu
kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting)
berkaitan dengan kemampuan analisis untuk menghitung (calculating),
mempersepsikan informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta
menggambarkan informasi (drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan
kesimpulan pribadi.
3.
Literasi Perpustakaan (Library Literacy)
Memberikan
pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi
referensi dan periodikal, memahami DDS sebagai klasifikasi pengetahuan
yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan
pengindeksan, memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang
menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah.
4.
Literasi Media (Media Literacy)
Yaitu
kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media
cetak, media elektronik (radio, televisi), media digital (media internet), dan
memahami tujuan penggunaannya.
5.
Literasi Teknologi (Technology Literacy)
Yaitu
kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti perangkat keras
(hardware), perangkat lunak (software), serta etika dan etiket
dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, kemampuan dalam memahami teknologi
untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Sejalan dengan
membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi saat ini, diperlukan
pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang dibutuhkan masyarakat.
6.
Literasi Visual (Visual Literacy)
Adalah
pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan leterasi teknologi, yang
mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual
dan audio-visual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual
yang tidak terbendung, baik dalam bentuk cetak, auditori, maupun digital
(perpaduan ketiganya disebut teks multimodal), perlu dikelola dengan baik.
Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang benar-benar perlu
disaring berdasarkan etika dan kepatutan.
Pihak yang berperan aktif dalam pelaksanaan
komponen literasi dipaparkan pada tabel berikut:
Tabel. 1. Pihak Pelaksanaan Komponen Literasi
|
No
|
Komponen
Literasi
|
Pihak
yang Berperan Aktif
|
|
1
|
Literasi Usia Dini
|
Orangtua dan keluarga, guru/ PAUD, pamong
atau pengasuh
|
|
2
|
Literasi Dasar
|
Pendidikan Formal
|
|
3
|
Literasi Perpustakaan
|
Pendidikan Formal
|
|
4
|
Literasi Teknologi
|
Pendidikan Formal dan Keluarga
|
|
5
|
Literasi Media
|
Pendidikan Formal, keluarga, dan lingkungan
sosial
|
|
6
|
Literasi Visual
|
Pendidikan Formal, keluarga, dan lingkungan
sosial
|
(Sumber: Buku Desain Induk Gerakan Literasi
Sekolah)
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa komponen dari literasi terdiri 6 kemampuan yang berbeda dari
setiap komponen literasi. Seperti literasi media yang menuntut agar siswa dapat
memiliki kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda. Berbeda
dengan literasi visual yang menghendaki pemahaman tingkat lanjut antara
literasi media dan literasi teknologi. Hal ini membuktikan bahwa literasi tidak
hanya didefinisikan sebagai aktivitas membaca dan menulis saja.
C.
Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah
GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan
secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang
warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik.
1.
Tujuan GLS
a.
Tujuan Umum
Menumbuhkembangkan
budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang
diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi pembelajar
sepanjang hayat.
b.
Tujuan Khusus
Adapun
tujuan khusus Gerakan Literasi Sekolah adalah sebagai berikut:
1)
Menumbuhkembangkan budaya literasi di Sekolah.
2)
Meningkatkan kapasistas warga dan lingkungan
sekolah agar literat.
3)
Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang
menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan.
4)
Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan
menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.
2.
Ruang Lingkup GLS
Ruang lingkup GLS berupa:
a.
Lingkungan fisik sekolah (fasilitas dan sarana
prasarana literasi).
b.
Lingkungan sosial dan afektif (dukungan dan
partisipasi aktif seluruh warga sekolah).
c.
Lingkungan akademik (program literasi yang
menumbuhkan minat baca dan menunjang kegiatan pembelajaran di SD).
3.
Sasaran
Sasaran dari GLS ini adalah pendidik, kepala
sekolah, dan tenaga kependidikan di Sekolah Dasar
4.
Target Pencapaian
GLS di SD menciptakan ekosistem pendidikan di
SD yang literat. Ekosistem pendidikan yang literat adalah lingkungan yang:
a.
Menyenangkan dan ramah peserta didik, sehingga
menumbuhkan semangat warganya dalam belajar.
b.
Semua warganya menunjukkan empati, peduli, dan
menghargai sesama.
c.
Menumbuhkan semangat ingin tahu dan cinta
pengetahuan
d.
Memampukan warganya cakap berkomunikasi dan
dapat berkontribusi kepada lingkungan sosialnya.
e.
Mengakomodasi partisipasi seluruh warga sekolah
dan lingkungan eksternal SD
BAB III
PEMBAHASAN
A. Prinsip-prinsip
Literasi Sekolah SDN Kramat 1
Prinsip prinsip literasi sekolah SDN Kramat
1 mengacu pada pendapat Beers
(2009), praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Perkembangan
literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat diprediksi
Tahap
perkembangan anak dalam belajar membaca dan menulis saling berirusan antartahap
perkembangan. Memahami tahap perkembangan literasi peserta didik dapat membantu
sekolah untuk memilih strategi pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat
sesuai kebutuhan perkembangan mereka.
2.
Program literasi yang baik bersifat berimbang
Sekolah
yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa tiap peserta didik
memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu, strategi membaca dan jenis
teks yang dibaca perlu divariasikan dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan.
Program literasi yang bermakna dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan bacaan
kaya ragam teks, seperti karya sastra untuk anak dan remaja.
3.
Program literasi terintegrasi dengan kurikulum
Pembiasaan
dan pembelajaran literasi disekolah adalah tanggung jawab semua guru di semua
mata pelajaran sebab pembelajaran mata pelajaran apapun membutuhkan bahasa,
terutama membaca dan menulis.
4.
Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapanpun
Misalnya
dengan menulis surat kepada presiden atau membaca untuk ibu merupakan
contoh-contoh kegiatan literasi yang bermakna.
5.
Kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan
Kelas
berbasis literasi yang kuat diharapkan memunculkan berbagai kegiatan lisan
berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran dikelas. Kegiatan diskusi ini
juga perlu membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat untuk menyampaikan
perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan
pandangan.
6.
Kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran
terhadap keberagaman
Warga
sekolah perlu menghargai perbedaan melalui kegiatan literasi di sekolah. Bahan
bacaan untuk peserta didik perlu merefleksikan kekayaan budaya Indonesia agar
mereka dapat terpajan pada pengalaman multikultural.
B. Strategi
Membangun Budaya Literasi Sekolah SDN Kramat 1
Agar sekolah mampu menjadi garis depan dalam pengembangan budaya
literasi, Maka perlu membangun budaya lierasi,
pengembangan strategi membangun budaya literasi di SDN Kramat 1 menggunakan
teori Beers, dkk. Menurut Beers,
dkk. (2009) dalam buku A Principal’s Guide to Literacy Instruction,
menyampaikan beberapa strategi untuk menciptakan budaya literasi yang positif
di sekolah, yaitu:
1.
Mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi
Lingkungan
fisik adalah hal pertama yang dilihat dan dirasakan warga sekolah. Oleh karena
itu, lingkungan fisik perlu terlihat ramah dan kondusif untuk pembelajaran.
Sekolah yang mendukung pengembangan budaya literasi sebaiknya memajang karya
peserta didik dipajang diseluruh area sekolah termasuk koridor, kantor kepala
sekolah dan guru. Selai itu, karya –karya peserta didik diganti secara rutin
untuk memberikan kesempatan kepada semua peserta didik. Selain itu, peserta
didik dapat mengakses buku dan bahan bacaan lain di sudut baca disemua kelas,
kantor, dan area lain di sekolah. Ruang pimpinan dengan pajangan karya peserta
didik akan memberikan kesan positif tentang komitmen sekolah terhadap
pengembangan budaya literasi.
2.
Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif
sebagai model komunikasi dan interaksi yang literat
Lingkungan
sosial dan afektif dibangun melalui model komunikasi dan interaksi seluruh
komponen sekolah. Hal itu dapat dikembangkan dengan pengakuan atas capaian
peserta didik sepanjang tahun. Pemberian penghargaan dapat dilakukan saat
upacara bendera setiap minggu untuk menghargai kemajuan peserta didik disemua
aspek. Prestasi yang dihargai bukan hanya akademik, tetapi juga sikap dan upaya
peserta didik. Dengan demikian, setiap peserta didik mempunyai kesempatan untuk
memperoleh penghargaan sekolah. Selain itu, literasi diharapkan dapat mewarnai
semua perayaan penting disepanjang tahun pelajaran. Ini bisa direalisasikan
dalam bentuk fesival buku, lomba poster, mendongeng, karnaval tokoh buku
cerita, dan sebagainya. Pimpinan sekolah selayaknya berperan aktif dalam
menggerakkan literasi, antara lain dengan membangun budaya kolaboratif
antarguru dan tenaga kependidikan. Dengan demikian, setiap orang dapat terlibat
sesuai kepakaran masing-masing. Peran orangtua sebagai relawan gerakan literasi
akan semakin memperkuat komitmen sekolah dalam pengembangan budaya literasi.
3.
Mengupayakan sekolah sebagai lingkungan
akademik yang literat
Lingkungan
fisik, sosial, dan afektif berkaitan erat dengan lingkungan akademik. Ini dapat
dilihat dari perencanaan dan pelaksaan gerakan literasi di sekolah. Sekolah
sebaiknya memberikan alokasi waktu yang cukup banyak untuk pembelajaran
literasi. Salah satunya dengan menjalankan kegiatan membaca dalam hati dan guru
membacakan buku dengan nyaring selama 15 menit sebelum pelajaran berlangsung.
Untuk menunjang kemampuan guru dan staf, mereka perlu diberikan kesempatan
untuk mengikuti program pelatihan tenaga kependidikan untuk peningkatan pemahaman
tentang program literasi, pelaksaan dan keterlaksanaannya.
Tabel 2 di bawah ini mencantumkan beberapa
parameter yang dapat digunakan sekolah untuk membangun budaya literasi sekolah
yang baik.
Tabel
2. Ekosistem Sekolah yang Literat
|
A.
Lingkungan Fisik
|
|
|
1
|
Karya peserta didik dipajang disepanjang
lingkungan sekolah, termasuk koridor dan kantor (kepala sekolah, guru,
administrasi, bimbingan konseling).
|
|
2
|
Karya peserta didik dirotasi secara berkala
untuk memberikan kesempatan yang seimbang kepada semua peserta didik.
|
|
3
|
Buku dan materi bacaan lain tersedia
dipojok-pojok baca disemua ruang kelas.
|
|
4
|
Buku dan materi bacaan lain tersedia juga
untuk peserta didik dan orangtua/ pengunjung dikantor dan ruangan selain
ruang kelas.
|
|
5
|
Kantor kepala sekolah memajang karya peserta
didik dan buku bacaan untuk anak.
|
|
6
|
Kepala sekolah bersedia berdialog dengan
warga sekolah
|
|
B.
Lingkungan Sosial dan Afektif
|
|
|
1
|
Penghargaan terhadap peserta didik (akademik
dan nonakademik) diberikan secara rutin (tiap minggu/ bulan). Upacara hari
Senin merupakan salah satu kesempatan yang tepat untuk pemberian penghargaan
mingguan.
|
|
2
|
Kepala Sekolah terlibat aktif dalam pengembangan
literasi.
|
|
3
|
Merayakan hari-hari besar dan nasional dengan
nuansa literasi, misalnya merayakan Hari Kartini dengan membaca
surat-suratnya.
|
|
4
|
Terdapat budaya kolaborasi antarguru dan
staf, dengan mengakui kepakaran masing-masing
|
|
5
|
Terdapat waktu yang memadai bagi staf untuk
berkolaborasi dalam menjalankan program literasi dan hal-hal yang terkait
dengan pelaksanaannya.
|
|
6
|
Staf sekolah dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan, terutama dalam menjalankan program literasi.
|
|
C.
Lingkungan Akademik
|
|
|
1
|
Terdapat TLS yang bertugas melakukan asesment
dan perencanaan. Bila diperlukan, ada pendampingan dari pihak eksternal.
|
|
2
|
Disediakan waktu khusus dan cukup banyak
untuk pembelajaran dan pembiasaan literasi: membaca dalam hati (sustained
silent reading), membacakan buku dengan nyaring (reading aloud), membaca
bersama (shared reading), membaca terpandu (guided reading),
diskusi buku, bedah buku, presentasi (show-and tell presentation).
|
|
3
|
Waktu berkegiatan literasi dijaga agar tidak
dikorbankan untuk kepentingan lain.
|
|
4
|
Disepakati waktu berkala untuk TLS membahas
pelaksaan gerakan literasi sekolah.
|
|
5
|
Buku fiksi dan nonfiksi tersedia dalam jumlah
cukup banyak di sekolah. Buku cerita fiksi sama pentingnya dengan buku
berbasis ilmu pengetahuan.
|
|
6
|
Ada beberapa buku yang wajib dibaca oleh
warga sekolah.
|
|
7
|
Ada kesempatan pengembangan profesional
tentang lietasi yang diberikan untuk staf, melalui kerjasama dengan institusi
terkait (perguruan tinggi, dinas pendidikan, dinas perpustakaan, atau berbagi
pengalaman dengan sekolah lain).
|
|
8
|
Seluruh warga sekolah antusias menjalankan
program literasi, dengan tujuan membangun organisasi sekolah yang suka
belajar.
|
(Sumber:
Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah)
Aspek-aspek tersebut adalah karakteristik
penting dalam pengembangan budaya literasi di sekolah. Dalam pelaksanaanya,
sekolah dapat mengadaptasinya sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Guru
dan pimpinan sekolah perlu bekerja sama untuk mengimplementasikan strategi
tersebut.
C. Tahapan
Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1
Literasi di SDN Kramat
1 menggunakan acuan sebagaimana pada Buku Desain Induk Gerakan Lierasi Sekolah.
Berikut
ini tahapan Gerakan Literasi Sekolah:
1.
Tahap ke-1: Pembiasaan kegiatan membaca yang
menyenangkan di ekosistem sekolah Pembiasaan ini bertujuan untuk menumbuhkan minat terhadap bacaan dan
terhadap kegiatan membaca dalam diri warga sekolah. Penumbuhan minat baca
merupakan hal fundamental bagi pengembangan kemampuan literasi peserta didik.
Tabel
3. Tahap 1 GLS Tahap Pembiasaan

(Sumber:
Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah)
2.
Tahap ke-2: Pengembangan minat baca untuk
meningkatkan kemampuan literasi kegiatan literasi pada tahap ini bertujuan
mengembangkan kemampuan memahami bacaan dan mengaitkannya dengan pengalaman
pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif
melalui kegiatan menanggapi bacaan pengayaan (Anderson & Krathwol, 2001).
Tabel
4. Tahap 2 GLS Tahap Pengembangan

(Sumber:
Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
3.
Tahap ke-3: Pelaksanaan pembelajaran berbasis
literasi. Kegiatan literasi pada tahap pembelajaran bertujuan mengembangkan
kemampuan memahami teks dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir
kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan
menanggapi teks buku bacaan pengayaan dan buku pelajaran (cf. Anderson &
Krathwol, 2001). Dalam tahap ini ada tagihan yang sifatnya akademis (terkait
dengan mata pelajaran). Kegiatan membaca pada tahap ini untuk mendukungpelaksanaan
Kurikulum 2013 yang mensyaratkan peserta didik membaca buku nonteks pelajaran
yang dapat berupa buku tentang pengetahuan umum, kegemaran, minat khusus, atau
teks multimodal, dan juga dapat dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu
sebanyak 6 buku bagi siswa SD, 12 buku bagi siswa SMP, dan 18 buku bagi siswa
SMA/SMK. Buku laporan kegiatan membaca pada tahap pembelajaran ini disediakan
oleh wali kelas.
Tabel 5.
Tahap 3 GLS Tahap Pembelajaran

Sumber: Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
D.
Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat
1
Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1 terimplisit pada program literasi
sekolah, kemudian
diturunkan dengan berbagai program, yaitu:
1.
Reading
Group
Aktivitas
Reading Group masuk kedalam kurikulum pembelajaran bahasa. Program ini
merupakan kegiatan siswa untuk mengasah kemampuan membaca. Reading Group dilakukan
didalam kelas dengan membagi siswa untuk berkelompok. 1 kelompok dalam terdiri
dari 5-6 siswa. Aktivitas yang dilakukan adalah setiap siswa diminta untuk
membaca buku yang telah dipilihnya. Buku-buku yang menjadi referensi yaitu buku
yang bercirikan: karakter kuat, sastra yang bagus, dan ilustrasi yang hidup.
Setelah siswa selesai membaca, kemudian siswa diminta untuk menceritakan
kembali isi buku yang telah dibacanya. Terlihat bahwa aktivitas reading
group mengajak siswa untuk membaca dan dapat mengambil makna dari apa yang
dibacanya. Melalui program ini, diharapkan siswa mampu memiliki kemampuan
membaca tingkat tinggi. Siswa terlihat sangat senang dan antusias ketika
mendengarkan cerita dari hasil bacaan teman yang lain. Anak-anak juga
menyampaikan isi buku dengan gayanya masing-masing yang mudah dipahami dengan
teman sebayanya.
2.
Morning Motivation
Sama
halnya dengan program reading group, morning motivation juga
terintegrasi dalam kurikulum pembelajaran seluruh siswa. Aktivitas ini
dilakukan setiap pagi selama 15 menit sebelum para siswa memulai aktivitas
belajar mengajarnya. Kegiatan ini berupa cerita inspiratif untuk
memberikan motivasi positif kepada siswa disetiap pagi. Cerita inspiratif bisa
berasal dari buku, pengalaman, maupun sumber literasi yang lain. Bahkan
aktivitas morning motivation ini mendapat pujian dari pihak luar
sehingga memunculkan ide bahwa aktivitas morning motivation akan
dibukukan.
Anak-anak
duduk dengan posisi siswa laki-laki di depan dan siswa perempuan di belakang.
Pemberian bintang di kelas adalah bentuk penghargaan kepada siswa yang telah
menjadi contoh dan mendengarkan apa yang diminta oleh wali kelas.
3.
Mini Library atau
Pojok Baca disetiap Kelas
Program
ini merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan sumber literasi di
sekolah. Penyediaan sumber bacaan yang dapat diakses di kelas dengan membuat
pojok baca bagi anak yang diletakkan di pojok setiap kelas. Anak-anak
diperkenankan untuk membawa buku dari rumah dan meletakkannya di pojok baca
kelasnya agar teman-teman yang lain dapat melihat dan membacanya. Program ini
bertujuan agar anak-anak dekat dengan buku sebagai sumber literasi.
4.
Pengadaan Perpustakaan sebagai Sumber Literasi
Perpustakaan
ini tidak terpisahkan dari misi sekolah untuk mendukung kebijakan Gerakan
Literasi Sekolah (GLS). Sehingga perpustakaan ini memiliki tujuan: a). Menumbuh
kembangkan minat baca tulis siswa, guru serta karyawan sekolah, b). Mengenalkan
teknologi informasi dengan bimbingan dari para guru, c). Membiasakan para siswa
untuk percaya diri dalam mengakses informasi secara mandiri, d). Mampu memupuk
bakat dan minat civitas akademik.
Berikut
ini adalah program yang dibuat oleh pihak perpustakaan:
a. Best
Reader of The Month
Program
ini merupakan pemberian penghargaan bagi siswa yang rajin mengunjungi dan
membaca di perpustakaan setiap bulannya. Foto siswa akan ditampilkan dan akan
disebutkan diupacara bendera sebagai bentuk motivasi bagi siswa yang mendapat
penghargaan dan juga untuk siswa yang lain agar tumbuh semangat membaca di
perpustakaan. Untuk menentukan pemenang ditiap bulannya, dilihat dari data
pengunjung perpustakaan. Setiap anak tidak akan mendapat penghargaan secara
berturut-turut. Hal ini disebabkan tujuan dari pemberian penghargaan ini untuk
memberikan motivasi membaca siswa dengan mendatangi perpustakaan sebagai sumber
literasi.
b. Books
Lover
Penghargaan
yang diberikan kepada siswa yang memiliki predikat peminjam buku terbanyak di
perpustakaan. Penghargaan ini sama halnya dengan program Best Reader of The
Month yang diadakan selama satu bulan satu kali. Tujuan dari progam ini
juga untuk meningkatkan minat baca buku siswa bukan hanya di perpustakaan atau
di sekolah saja, tapi memiliki minat baca juga di rumah. Untuk menentukan
pemenang ditiap bulannya, dilihat dari data peminjaman buku perpustakaan.
Setiap anak tidak akan mendapat penghargaan secara berturut-turut. Hal ini
disebabkan oleh tujuan dari pemberian penghargaan ini ialah untuk memberikan
motivasi membaca siswa dengan mendatangi perpustakaan sebagai sumber literasi.
Program ini sama dengan Best Reader of The Month.
c. World
Book Day
Program
ini biasa dilakukan dibulan Mei untuk memperingati hari buku sedunia. Program
ini berisikan kegiatan story telling, wakaf buku, dan membaca buku
sepuluh menit. Berikut ini adalah dokumentasi dari program World Book Day.
d. Wakaf
Buku
Wakaf
buku adalah salah satu program khusus perpustakaan untuk pemenuhan sumber
literasi di perpustakaan. Kegiatan ini merupakan serangkaian dari program World
Book Day. Secara rinci kegiatan ini adalah penerimaan buku dari siswa.
Tentu buku yang boleh diwakafkan ialah buku yang sesuai dengan standar yang
ditentukan pihak sekolah.
5.
Mading
Program
ini merupakan upaya penyediaan sumber informasi yang mudah diakses di luar
perpustakaan berupa majalah dinding. Mading ini berisi informasi kegiatan dari
perpustakaan dan isu-isu yang mengundang value untuk siswa. Mading
dibuat oleh pustakawan dengan desain yang menarik. Mading dipasang tepat di
depan perpustakaan. Informasi yang disajikan di mading sekolah adalah seputar
kegiatan dan informasi yang bersifat edukasi.
6.
Library Class
Kegiatan
ini memberikan pengarahan kepada siswa-siswa tentang perpustakaan dan peraturan
perpustakaan. Hal ini bertujuan untuk memberikan pendidikan pemakaian
perpustakaan kepada siswa. Kegiatan ini biasa dilakukan pada tahun ajaran baru
setiap tahunnya. Aktivitas ini dilakukan di perpustakaan dan dipandu oleh
pustakawan dari perpustakaan. Program ini biasa dilaksanakan ketika ada siswa
baru. Pustawaan akan menjelaskan dan memberikan demonstrasi tentang berbagai
peraturan dan tata cara pemanfaatan perpustakaan. Selain itu terkait
pemanfaatan perpustakaan, di sini juga terdapat peraturan peminjaman dan
pengembalian buku perpustakaan yang dibawa oleh pulang siswa. Peraturan ini
dibuat agar terdapat keteraturan terkait sirkulasi buku dan pemanfaatan sumber
literasi.
Siswa memilih buku sesuai dengan apa yang
mereka sukai. Koleksi literatur anak di perputakaan memiliki jenis yang
berbeda-beda, yaitu:
1.
Picture Book (buku
bergambar)
Buku ini
berisikan gambar untuk membentuk suatu makna dari cerita. Ada beberapa macam picture
book antara lain: buku alphabet, buku berhitung, buku informasi yang berisi
gambar-gambar dengan sedikit tulisan dan pop up. Pemanfaatan picture
book lebih sering digunakan oleh siswa kelas I.
2.
Komik
Buku
bacaan yang menyerupai cerita bergambar dan menggabungkan dengan sedikitnya
teks serta terdiri dari berbagai bentuk untuk menunjukkan berbagai maksud.
Komik sering dimanfaatkan oleh siswa kelas bawah dikarenakan alur cerita yang
mudah dipahami serta sedikitnya teks yang terdapat dalam komik.
3.
Sastra tradisional
Cerita-cerita
yang termasuk sastra tradisional adalah cerita rakyat yang meliputi legenda,
mite, dan dongeng. Koleksi sastra tradisional biasa digunakan oleh siswa-siswa
untuk lebih mengenal cerita rakyat dari suatu daerah.
4.
Fantasi Modern
Cerita
berupa dongeng-dongeng modern yang banyak mengambil elemen-elemen cerita
rakyat. Koleksi fantasi modern sudah ada di perpustakaan dan pemanfaatannya
oleh siswa sudah terlihat. Tapi belum banyak jenis buku fantasi modern di
perpustakaan ini.
5.
Fiksi Realistis
Yaitu
fiksi yang diset dimasa modern dan dapat dibayangkan terjadi pada kehidupan
manusia yang nyata dan ceritanya terjadi di dunia. Fiksi realistis biasanya
bercerita tentang petualangan detektif, misteri, humor, cerita tentang masalah
pribadi seperti kebahagiaan, kesedihan, dan sebagainya.
6.
Fiksi Sejarah (fiksi historis)
Berisi
cerita sejarah biasanya tidak merekam nama rakyat biasa, tetapi hanya
menceritakan “orang-orang besar saja”. Sedangkan fiksi sejarah bercerita
tentang rakyat biasa, dan peristiwa sejarah menjadi latarbelakang dan menjadi
sumber inspirasi. Koleksi fiksi sejarah di perpustakaan masih sedikit jumlahnya
dan pemanfaatannya yang masih kurang.
7.
Puisi
Puisi
merupakan kumpulan kalimat-kalimat yang indah susunan dan maknanya. Koleksi
puisi di perputakaan masih minim. Adapun koleksi puisi di perpustakaan ini
adalah koleksi puisi bahasa Inggris atau poetry rhymes. Puisi ini tidak
begitu digemari oleh siswa-siswa karena minimnya gambar-gambar yang tersedia
pada sumber referensi ini.
8.
Buku Informatif
Buku
informasi untuk anak-anak pun diberi foto dan ilustrasi, buku dikemas dalam
bentuk cerita namun juga harus akurat, otentik, dan menggunakan fakta-fakta.
Perpustakaan sudah banyak memiliki koleksi buku informatif seperti sains, buku science
fiction, buku multikultural, buku social science. Buku informatif di
perpustakaan sering dimanfaatkan oleh pengguna dalam hal pencarian informasi
atau melakukan eksperimen ketika akan mengikuti kegiatan science fair.
9.
Buku Biografi
Jenis
buku ini berisi tentang kisah para tokoh atau pahlawan. Biografi ini sebagai
bentuk pemenuhan kebutuhan siswa untuk mengetahui tokoh-tokoh besar dan
perannya masing-masing. Sayangnya buku biografi ini belum banyak ditemukan di
perpustkaan ini.
Beberapa jenis literatur yang telah disebutkan di atas, siswa dapat
menggunakannya sebagai bahan pemanfaatan literasi informasi apapun. Pemanfaatan
koleksi fiksi di suatu perputakaan sangat penting bagi siswa karena karya fiksi
mampu memberikan hiburan segar dan juga memberikan inspirasi baru bagi para
pembaca serta mengapresiasikannya sesuai dengan kadar kemampuan dan imajinasi
para siswa. Dengan membaca karya fiksi siswa mendapatkan inspirasi dan
diajarkan untuk mempunyai khayalan atau angan-angan agar nantinya dapat
dituangkan kedalam bentuk tulisan sesuai dengan imajinasinya. Selain
pemanfaatan secara fiksi, siswa juga dapat mengambil banyak manfaat dari sumber
literasi non fiksi. Kesimpulannya adalah literatur anak baik fiksi maupun
nonfiksi memberikan pengetahuan kepada siswa baik pengetahuan science maupun
sosial.
Siswa memanfaatkan waktu luang dan waktu istirahat untuk datang ke
perpustakaan. Selain membaca, siswa juga dapat bermain di area perpustakaan
karena dari pihak perpustakaan menyediakan permainan edukatif yang dapat
dimanfaatkan oleh siswa. Tidak jarang juga perpustakaan dijadikan tempat untuk
mengadakan pembelajaran. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kebosanan pada
siswa apabila pembelajaran dilakukan di luar kelas mereka.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Prinsip-prinsip literasi sekolah di SDN Kramat 1 meliputi: perkembangan
literasi berjalan sesuai tahap perkembangan, program
literasi terintegrasi dengan kurikulum Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapanpun, kegiatan
literasi mengembangkan budaya lisan, dan kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap keberagaman.
2. Strategi membangun budaya literasi sekolah di SDN Kramat 1 dengan cara engkondisikan lingkungan fisik ramah literasi, mengupayakan
lingkungan sosial dan afektif sebagai model komunikasi dan interaksi yang
literat, dan mengupayakan
sekolah sebagai lingkungan akademik yang literat.
3. Tahapan Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1 meliputi pembiasaan
kegiatan membaca yang menyenangkan di ekosistem sekolah, pengembangan
minat baca untuk meningkatkan kemampuan literasi kegiatan literasi, dan pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi.
4. Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah
di SDN Kramat 1 yaitu
mengimplementasikan Gerakan
Literasi Sekolah seperti :reading
group, morning motivation, mini library, perpustakaan sebagai sumber literasi,
mading, dan library
class.
B. Rekomendasi
Sekolah sebaiknya memberikan alokasi waktu yang cukup banyak untuk
pembelajaran literasi. Salah satunya dengan menjalankan kegiatan membaca dalam
hati dan guru membacakan buku dengan nyaring selama 15 menit sebelum pelajaran
berlangsung. Untuk menunjang kemampuan guru dan staf, mereka perlu diberikan
kesempatan untuk mengikuti program pelatihan tenaga kependidikan untuk
peningkatan pemahaman tentang program literasi, pelaksaan dan
keterlaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Beers,
C. S. (2009). A Principal’s Guide to Literacy Instruction. New York:
Guilford Press.
Fifaldo, Daniel. (2015). Filsafat Pendidikan dalam
Pendidikan Karakter. Diakses dari: www.academia.edu. Pada tanggal 21
November 2016.
Iriantara,
Yosal & Usep Syaripudin, M.Ed. (2013). Komunikasi Pendidikan.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Kemendikbud.
(2016). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia.
Kemendikbud.
(2016). Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.
Kemendikbud.
(2016). Survey Internasional PIRLS. Diakses dari :
http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pirls. Pada
tanggal 6 Maret.
Mahmud, Amiruddin. (2016). Membangun Budaya
Literasi. Diakses dari:
http://www.kompasiana.com/amirudinmahmud/membangun-budaya-literasi_570261c7a623bd58094c29f9.
Pada tanggal 21 November 2016.
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi
Pekerti.
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 23 Tahun 2013 tentang Standar
Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/ Kota.
Redaktur
Media. (2015). Literasi Indonesia Sangat Rendah. Diakses dari:
http://www.republika.co.id/berita/koran/didaktika/14/12/15/ngm3g840-literasi-indonesia-sangat-rendah.
pada tanggal 21 November 2016.
Rohman, Arif. (2014). Kebijakan Pendidikan:
Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Sofa, Nurul. (2010). Penerapan Literasi Informasi di
Sekolah Alam Indonesia Rawa Kopi. Skripsi Universitas Indonesia.
Jakarta.
UNESCO.
2003. The Prague Declaration. “Towards am Information Literate
Society”. Diakses dari: www.unesco.com. Pada tanggal 6 Maret 2017.
LAMPIRAN FOTO PENUNJANG
Foto Diklat Literasi untuk Guru Beprestasi se Indonesia di Jakarta

Foto Diseminasi Literasi Karya Buku Bacaan Anak di Jakarta

Pemajangan Karya Literasi di Kemendikbud

Kepala Sekolah, Guru, dan Siswa mengikuti Lomba Penulisan Artikel
di Kemendikbud

Kegiatan Literasi di SDN
Kramat 1

Literasi dalam Pembelajaran

Kegiatan Literasi Sebelum Pembelajaran

Kepala Sekolah, Guru, dan Siswa Berpartisipasi GLS

Profil PTK
SD Kramat 1

Literasi Melalui Kegiatan Peserta Didik

Lierasi Melalui Pembelajaran

Lierasi Sebelum Pembelajaran

Guru Mewujudkan Kegiatan Literasi Sekolah


Ruang Kelas Yang Literate
